Oleh: Ustadz Suriani
Jiddy, Lc
Dari Abu Hurairah r.a
ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, Allah swt berfirman, Semua amal perbuatan
anak Adam untuk dirinya kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan
Aku-lah yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Apabila seseorang diantara
kamu berpuasa janganlah berkata kotor / keji (cabul) dan berteriak-teriak.
Apabila ada orang yang mencaci makinya atau mengajak bertengkar, katakanlah,
Sesungguhnya aku sedang berpuasa. Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi
Allah daripada aroma minyak kesturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua
kegembiraan, yaitu kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika bertemu
dengan Rabb-nya. (Muttafaq ‘alaihi, dan ini lafazh al-Bukhari)
Kaidah dari Syaikh
Muhammad Ghazali :
1.
Tidak semua yang disebut hadits itu hadits. Kita perlu teliti dalam menerima hadits. Jangan
sampai kita mengamalkan hadits-hadits yang berada dalam tingkatan hadits palsu.
2.
Tidak semua orang memiliki pemahaman yang benar
tentang hadits. Ulama membuat kaidah untuk memahami hadits. Syaikh Qaradawi
menulis buku bagaimana kita berinteraksi dengan sunnah. Kita perlu kembali
kepada para ulama yang mereka memang ahlinya. Masing-masing ilmu ada pakarnya.
Yang tidak ahlinya tidak boleh bicara. Kalau kita paksakan, maka pasti
bicaranya adalah ngawur. Kesimpulan yang disampaikan adalah ngawur. Misalnya
orang yang menyatakan bahwa semua agama adalah benar.
Penjelasan: Semua
perbuatan anak Adam adalah untuknya… kita akan mendapatkan balasan dari apa
yang kita kerjakan. Kita tidak akan mendapatkan balasan kalau kita tidak
melakukannya. Balasan Allah tidak hanya diakhirat tapi juga di dunia. Balasan
di akhirat adalah surga, dijauhkan dari siksa neraka. „barang siapa yang
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan dalam surga, ialah orang yang beruntung.“
Di dunia ini ada dua surga. Yang
tidak masuk surga dunia dijamin tidak masuk surga akhirat. Surga dunia itu
bukan materi, bukan dunia dengan segala isinya, melainkan nikmatnya beribadah.
Orang yang tidak bisa menikmati ibadahnya, dia tidak bisa masuk surga.
Allah SWT tidak perlu
ibadah kita. Salah satu adab menuntut ilmu adalah memilih guru. Tidak setiap
orang bisa dijadikan guru. Kalau kita sekolah, harus pilih-pilih sekolahnya.
Guru itu digugu dan ditiru. Nasehat ulama: ketika aku lihat penuntut ilmu
bersungguh-sungguh menuntut ilmu, tapi aku lihat dia tidak mendapatkan apa-apa
(manfaat dan buah). Karena mereka salah (salah pilih guru, salah pilih
sekolah). Setiap orang yang salah jalan pasti sesat. Kalau tersesat maka tidak
sampai ke tujuan.
Allah sama sekali
tidak mengambil manfaat kepada kita. Nasihat guru: saya punya teman santri,
waktu kuliah mengambil filsafat, ketika menjadi sarjana, tidak mau shalat.
Ketika ditanya mengapa tidak shalat. Dia menjawab bahwa Tuhan tidak perlu
shalat saya. Kebesaran Tuhan tidak akan bertambah kalau saya shalat, kebesaran
Tuhan tidak akan berkurang kalau saya tidak shalat.
Jika semua makhluk
bermaksiat kepada Allah, kebesaran Allah tidak akan berkurang. Allah tidak memerlukan shalat kita, kita yang
perlu shalat. Allah itu kaya. Orang kaya itu tidak perlu dibantu. Orang kaya
yang masih minta-minta adalah orang miskin.
Semua perbuatan anak
Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah
yang membalasnya.
Pertama: di dalam
puasa tidak terdapat unsur riya’ sebagaimana yang terjadi pada ibadah lainnya.
Kita tidak tahu siapa yang puasa dan tidak puasa. Shalat yang paling berat bagi
orang munafik adalah shalat Isya dan shalat Subuh. Orang Munafik itu beribadah
karena ingin dilihat oleh manusia. Kalau tidak dilihat orang dia malas.
Kedua: bahwa yang
dimaksud dengan “dan akulah yang akan
membalasnya,” adalah “Hanya Aku-lah yang mengetahui besarnya balasan orang
tersebut dan berapa banyak kebaikannya dilipatgandakan. Adapun ibadah lainnya,
karena ia dapat dilihat orang.”
Ketiga: yang dimaksud
dengan “dan Aku-lah yang akan membalasnya,” yaitu bahwa puasa adalah ibadah
yang paling Aku cintai dan yang akan didahulukan di sisi-Ku.
Keempat: idhafah
(penyandaran) dalam redaksi ini merupakan idhafah tasyrif (kemuliaan) dan
ta’zhim (keagungan), sebagaimana dikatakan “baitullah (rumah Allah), meskipun
seluruh masjid sebenarnya adalah milik Allah.” Az-Zain Ibnul Munayyir berkata,
“Pengkhususan pada redaksi umum seperti ini tidaklah dipahami selain dengan
makna pengagungan dan kemuliaan.”
Allah menyandarkan
puasa pada dirinya. Puasa memiliki kemuliaan tersendiri dibandingkan dengan
ibadah lainnya.
Kelima: Tidak
membutuhkan makan dan syahwat-syahwat lainnya merupakan salah satu sifat Allah
SWT. Dan karena orang yang berpuasa mendekatkan dirinya dengan satu sifat-Nya,
maka Dia pun menyandarkan ibadah tersebut kepada diri-Nya.
Keenam: maksudnya sama
seperti diatas; hanya saja hal tersebut sesuai dengan sifat malaikat. Karena
tidak membutuhkan makan dan tidak memiliki syahwat merupakan salah satu sifat
mereka.
Ketujuh: maksudnya
bahwa puasa tersebutt murni hanya Allah SWT.
Para ulama berkata,
Puasa dikecualikan karena ia mencakup tiga macam sabar:
1.
Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah
2.
Sabar (menjauhi) dari maksiat kepada Allah
3.
Sabar terhadap takdir Allah
Puasa adalah
perisai. Puasa melindungi kita dari perbuatan maksiat.
Bau mulut mungkin
timbul dari orang yang berpuasa. Bagaimana dengan minum obat yang bisa
menghilangkan bau mulut? Apakah kita masih mendapatkan pahala puasa. Hadits ini
dipahami jangan sampai orang berlomba-lomba untuk bau mulut. Kalau itu terjadi,
di sisi Allah, lebih harum daripada aroma minyak kesturi. Jadi boleh saja
menggunakan obat yang bisa menghilangkan bau mulut.
Meskipun di bulan
puasa, Rasulullah tetap bersiwak.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!