Panduan Ringkas Mengisi Idul Fitri dan Shalat Idul Fitri
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Dikirim oleh Iman Santoso, Lc pada 7 September 2010 @ 08:00 di Fiqih Ahkam
Mengisi Idul Fitri
dakwatuna.com – Idul Fitri adalah saat-saat umat Islam mensyukuri atas kesuksesan mereka melaksanakan ibadah Ramadhan. Hari berbahagia dan bersuka cita. Idul Fitri disebut juga hari pengampunan, sebagaimana riwayat imam Az-Zuhri, ketika datang hari Idul Fitri, maka manusia keluar menuju Allah SWT. Dan Allah kemudian mendatangi mereka seraya berkata: “Wahai hamba-Ku! Karena Aku engkau semua berpuasa, karena Aku engkau semua beribadah. Oleh karena itu, maka pulanglah kalian semua (ke rumah masing-masing) sebagai orang yang telah mendapat ampunan (dari-Ku)”.
Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, kaum Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) ‘Idul fitri dan ‘Idul Adha” (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa’i dengan sanad hasan).
Hadits ini menunjukkan bahwa menampakkan rasa suka cita di hari Raya adalah sunnah dan disyariatkan. Maka diperkenankan memperluas hari Raya tersebut secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharamkan yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi tidak menjadikannya lupa untuk taat kepada Allah.
Shalat Idul Fitri
Shalat Idul Fitri hukumnya sunnah muaqqadah. Sebagian ulamanya menyatakan fardhu kifayah dan sebagian yang lain menyatakan fardhu ‘ain. Pada saat hari ‘Idul Fitri, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma – dengan bilangan ganjil tiga, lima atau tujuh – sebelum pergi melaksanakan shalat ‘Id. Tetapi pada ‘Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat ‘Idul Fitri agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan shalat ‘Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang kurbannya.
Ibnu Umar yang terkenal sangat bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak keluar untuk shalat ‘Id kecuali setelah terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa bertakbir.
Nabi shallallahu alaihi wasallam melaksanakan shalat ‘Id terlebih dahulu baru berkhutbah, dan beliau shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut dengan Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia berkata:
“Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta ‘ala serta membaca shalawat. Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan “Qaf” pada rakaat pertama serta surat “Al-Qamar” di rakaat kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat “Al-A’la” pada rakaat pertama dan “Al-Ghasyiyah” pada rakaat kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku’ dilanjutkan takbir 5 kali pada rakaat kedua membaca Al-Fatihah dan surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang (dari shalat) ‘Id.’ Beliau selalu mandi sebelum shalat ‘Id. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda: “Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah).” (HR. Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata :
“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menunaikan shalat ‘Id dua rakaat tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat ‘Id itu hanya dua rakaat, demikian pula mengisyaratkan tidak disyariatkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum atau sesudahnya.
Allah Maha Tahu segala sesuatu, shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, seluruh anggota keluarga dan segenap sahabatnya.
--------------------------------------------------------------------------------
Artikel dicetak dari dakwatuna.com: http://www.dakwatuna.com/
URL ke artikel: http://www.dakwatuna.com/2010/panduan-ringkas-mengisi-idul-fitri-dan-shalat-idul-fitri/
Mengisi Idul Fitri
dakwatuna.com – Idul Fitri adalah saat-saat umat Islam mensyukuri atas kesuksesan mereka melaksanakan ibadah Ramadhan. Hari berbahagia dan bersuka cita. Idul Fitri disebut juga hari pengampunan, sebagaimana riwayat imam Az-Zuhri, ketika datang hari Idul Fitri, maka manusia keluar menuju Allah SWT. Dan Allah kemudian mendatangi mereka seraya berkata: “Wahai hamba-Ku! Karena Aku engkau semua berpuasa, karena Aku engkau semua beribadah. Oleh karena itu, maka pulanglah kalian semua (ke rumah masing-masing) sebagai orang yang telah mendapat ampunan (dari-Ku)”.
Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, kaum Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) ‘Idul fitri dan ‘Idul Adha” (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa’i dengan sanad hasan).
Hadits ini menunjukkan bahwa menampakkan rasa suka cita di hari Raya adalah sunnah dan disyariatkan. Maka diperkenankan memperluas hari Raya tersebut secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharamkan yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi tidak menjadikannya lupa untuk taat kepada Allah.
Shalat Idul Fitri
Shalat Idul Fitri hukumnya sunnah muaqqadah. Sebagian ulamanya menyatakan fardhu kifayah dan sebagian yang lain menyatakan fardhu ‘ain. Pada saat hari ‘Idul Fitri, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma – dengan bilangan ganjil tiga, lima atau tujuh – sebelum pergi melaksanakan shalat ‘Id. Tetapi pada ‘Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat ‘Idul Fitri agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan shalat ‘Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang kurbannya.
Ibnu Umar yang terkenal sangat bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak keluar untuk shalat ‘Id kecuali setelah terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa bertakbir.
Nabi shallallahu alaihi wasallam melaksanakan shalat ‘Id terlebih dahulu baru berkhutbah, dan beliau shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut dengan Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia berkata:
“Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta ‘ala serta membaca shalawat. Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan “Qaf” pada rakaat pertama serta surat “Al-Qamar” di rakaat kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat “Al-A’la” pada rakaat pertama dan “Al-Ghasyiyah” pada rakaat kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku’ dilanjutkan takbir 5 kali pada rakaat kedua membaca Al-Fatihah dan surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang (dari shalat) ‘Id.’ Beliau selalu mandi sebelum shalat ‘Id. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda: “Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah).” (HR. Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata :
“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menunaikan shalat ‘Id dua rakaat tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat ‘Id itu hanya dua rakaat, demikian pula mengisyaratkan tidak disyariatkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum atau sesudahnya.
Allah Maha Tahu segala sesuatu, shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, seluruh anggota keluarga dan segenap sahabatnya.
--------------------------------------------------------------------------------
Artikel dicetak dari dakwatuna.com: http://www.dakwatuna.com/
URL ke artikel: http://www.dakwatuna.com/2010/panduan-ringkas-mengisi-idul-fitri-dan-shalat-idul-fitri/
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan populer dari blog ini
Kamus Dayak Ngaju - Indonesia
Berikut ini adalah terjemahan dari halaman di Astronesian Basic Vocabulary Database . Nampaknya masih perlu ada koreksi untuk bahasa Dayak-nya sendiri, begitu juga dengan terjemahannya. Untuk penerjemahan menggunakan Google Translate . Koreksi bahasa dibantu oleh Dra. Hernawaty, M.Kes. Untuk koreksi dari halaman ini dapat diberikan pada komentar. Upaya penerjemahan Kamus Bahasa Dayak - Jerman sedang berlangsung, dapat dipantau pada: Kamus Dayak Ngaju - Indonesia .
Pengantar singkat Bahasa Dayak Ngaju (4)
Kata benda dengan awalan Jalah toh bujur. - Huma te korik. - Lewu toh hai tuntang bahalap. - Ie oloh korik. (tingkat rendah). - Danum jetoh papa. - Oloh te bujur. - Kabon korik te bahalap. - Huma toh dia hai. - Andau toh andau hai. Kalimat sederhana yang dibentuk dari kata sehari-hari Ingat: Kalimat biasanya dimulai dengan subyek , diikuti dengan predikat dan obyek . Diawal kalimat anda juga meletakkan kata yang harus ditekankan. Kemurnia suku juga penting. Tensesnya dibentuk oleh "aton", nya; "jari", sudah; "kareh," masa depan, akan, dan "akan," akan, harus, semuanya mendahului kata kerja. Seringkali tense hanya hasil dari konteks. omba, pergi bersama-sama awi , lakukan, lakukanlah dumah , datang buli , kembali ke nahuang, handak, maku, ingin imbit , itu akan dibawa gau , mencari harati , memahami Aku omba keton. Aku ikut denganmu. Omba aku , pergi dengan saya Awi te ! Lakukan itu Imbit danum ! Bawa air Bu...
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!