Oleh: Ustadz Suriani
Jiddy, Lc
Dakwah merupakan tugas
utama utusan Allah. Tidak
sedikit kaum Muslimin yang salah persepsi ketika mendengar kata dakwah. Ini
berimplikasi pada sikap / tindakan. Kajian ini penting agar kita punya persepsi
yang benar. Dengan persepsi ini kita bisa mengambil peran dalam dakwah ini
sekecil apapun. Setiap kita bisa mengambil peran dalam dakwah ini. Yang tidak
mengambil peran, rugi dunia dan akhirat.
Ulama mengatakan:
tatkala kita mengatakan kita cinta kepada Rasulullah SAW, sebagai konsekuensi
dari syahadat, maka kita harus mencintai Nabi dan Rasul. Para ulama mengatakan
bukti terbesar bahwa kita mencintai Nabi SAW adalah kita meneruskan dakwahnya.
Kemarin kita
sudah sampai pada manhaj dan metode dakwah. Mengetahui perbedaan antara
keduanya sangat penting.
Q.S. Yusuf, 12:
108
Katakanlah: Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang
yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha
Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.
Perintah dakwah
kepada Rasulullah adalah juga perintah dakwah kepada kita semua agar:
1.
Qul hazihi. Kita menampakkan identitas kita
sebagai seorang Muslim, bangga dengan keislaman kita. Kalau kita tidak bangga
dengan keislamannya maka ini musibah. Ini yang dikehendaki oleh orang-orang
kafir. Kita harus bangga dengan risalah yang kita bawa. Kita tidak sekedar
membanggakan keislaman kita, tapi benar-benar kita menampakkan bahwa kita
seorang Muslim. Ini dapat kita jadikan sebagai sarana dalam berdakwah. Karena
dakwah yang paling efektif adalah dengan jalan memberi keteladanan. Para ulama
mengatakan dalam bab ini: Bahasa fisik (tubuh) lebih tajam daripada bahasa
lisan. Untuk apa kita berkoar-koar, mempropagandakan pentingnya shalat
berjama’ah sementara kita sendiri tidak pernah ke masjid. Untuk apa kita
mempropagandakan kedisiplinan sementara kita sendiri tidak pernah disiplin.
Kita tidak sekedar bangga dengan kemusliman, tapi bagaimana kita bisa
menampakkannya.
2.
Sabiili. Jalanku itu adalah agama, Qur’an, sunnah
Rasulullah. Allah ketika menjelaskan jalannya adalah tunggal (sabil). Contohnya
dalam Q.S. An Nahl, 16: 125. Allah menggunakan kata sabil. Untuk jalan-jalan yang lain, Allah menyebutnya
Subul. …..wala tattabi’u subul…
3.
Ad’u ilallah. Aku menyeru manusia ke jalan Allah. Dakwah hanya boleh
kepada Allah. Dakwah kepada yang lain kalau dilakukan, telah menyimpang dari
prinsip dakwah yang diajarkan oleh Rasulullah. Ud’u ila sabili rabbika, serulah
kepada jalan Tuhanmu. Tidak boleh menyeru kepada organisasi, partai tertentu,
golongan, kelompok. Semuanya bukan tujuan, tapi merupakan sarana.
4.
‘ala bashirah. Makna bashirah menurut syaikh Utsaimin:
a.
bashirah terhadap apa yang didakwahkan artinya ilmu. Untuk berdakwah harus berilmu. Untuk berdakwah
harus berilmu. Dakwah itu adalah memberi. Bagaimana memberi kalau tidak
memiliki. Bagaimana memperbaiki kalau kita tidak punya alat untuk memperbaiki.
Dakwah yang dilakukan tanpa ilmu akan
lebih banyak menimbulkan mudharat daripada manfaat.
b.
Bashirah terhadap obyek dakwah. Kita mendakwahkan
manusia. Ibnu Abbas r.a berkata: ketika Rasulullah SAW mengutus Muadz bin Jabal
ke Yaman beliau bersabda kepada: Wahai Muadz, engkau akan datang kepada suatu
kaum dari ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Ada apa dengan Yahud dan Nasrani.
Ahli kitab punya karakter yang khas yaitu keras kepala, sangat mudah
membangkang dan sangat sulit menerima kebenaran. Jadi kita harus tahu
strateginya.
Pengetahuan
tentang obyek dakwah. Muadz bin Jabal r.a. berkata: Rasulullah menanyakan apa hak Allah yang wajib
dipenuhi seorang hamba dan apa hak manusia yang wajib dipenuhi Allah SWT. Allah
dan Rasul yang lebih mengetahui. Hak Allah yang wajib dipenuhi hamba Nya adalah
beribadah dan tidak berbuat syirik. Adapun hak hamba yang pasti diberikan Allah
ta’ala adalah dia tidak akan menyiksanya ketika dia tidak menyekutukan Allah
dengan sesuatu apapun. Aku berkata, apakah hal ini boleh aku sampaikan kepada
yang lain sebagai kabar gembira. Nabi: jangan. Yang ini jangan diberi tahu
kepada manusia. Nanti mereka akan menyandarkan diri.
Rasulullah
khawatir kalau umatnya tidak akan beribadah setelah mengetahui hadits ini.
Komentar Syaikh
Muhammad At Tamimi:
15. Masalah ini
ternyata tidak diketahui oleh mayoritas sahabat.
16. Boleh
merahasiakan ilmu pengetahuan untuk maslahat.
Maknanya, ilmu
tidak semuanya harus disampaikan kepada semua orang. Ada orang-orang tertentu
yang tidak boleh tahu masalah tertentu. Karena kalau dia tahu ini akan menjadi
masalah baginya. Inilah perlunya kita mengetahui kepada siapa kita berdakwah.
Imam Bukhari
membuat satu buat khusus tentang mengkhususkan (mengajarkan) suatu ilmu kepada
orang tertentu karena khawatir yang lain tidak dapat memahaminya. Sebab kalau
disampaikan kepada semua orang maka mereka tidak akan memahami.
Imam Ali RA:
ajaklah manusia menurut tingkat pengetahuan mereka, apakah kamu mau Allah dan
Rasul-Nya didustakan.
Kita kemukakan
ayat dan hadits. Tapi karena dia tidak nyambung, maka mereka mendustakannya.
Abdullah bin
Mas’du RA: Tidaklah engkau berbicara kepada suatu kaum dengan sesuatu diluar
kemampuan mereka untuk memahaminya, melainkan akan menjadi fitnah di kalangan
mereka. Bencananya adalah mereka tidak percaya atau tidak mengimaninya.
Ketika ditunjukkan
tentang lingkaran, ini menggambarkan metode dakwah, yaitu antara orang yang
kita dakwahi dan materi dakwah yang kita sampaikan. Gambaran ini disampaikan
oleh Syaikh Said. Kata beliau ketika kita berdakwah, dakwah itu bisa kita
sampaikan dimana saja dan kapan saja, seperti lingkaran ini. Dalam lingkaran
yang paling besar, kita bisa menyampaikan materi dakwah yang mereka pahami.
Materinya sangat umum, universal. Dapat dipahami oleh semua. Bahkan di beberapa
tempat yang kita tidak boleh berdakwah disitu, dalam lingkaran itu bisa kita lakukan. Sebagai contoh: dahulu Uni Soviet sangat represif terhadap orang yang
melaksanakan agama. Untuk shalat perlu mencari tempat yang tersembunyi. Apa
yang bisa kita lakukan. Pemerintah
tidak melarang untuk mengajarkan Qur’an. Kita berikan materi yang umum. Saat
khutbah Jum’at, lingkarannya adalah lingkaran yang umum. Jama’ahnya adalah
orang umum, dari masalah umum mulai dari masalah shalat, berbakti kepada orang
tua dan lain-lain.
Ketika masuk ke
lingkaran kecil, tentu materinya tidak sama dengan materi yang kita ajarkan
pada lingkaran besar. Materi pada lingkaran kecil tidak cocok untuk lingkaran
besar karena materinya makin berat. Sampai kita pada lingkaran dimana kita bisa
berbicara apapun tentang Islam, karena semua sudah mengerti.
Pertanyaannya
adalah: kalau Rasulullah melarang Muaz bin Jabal untuk menyampaikan kepada
kita, mengapa kita mendengar hadits tersebut. Hadits ini disampaikan oleh Muaz
bin Jabal saat menjelang ajalnya karena khawatir dengan klausul menyembunyikan
ilmu. Larangan ini bukan larangan mutlak karena ini adalah larangan karena
adanya maslahat. Ketika Muaz melihat kondisi umat sudah baik, beliau
menyampaikan hadits ini kepada sahabat yang lain.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!