Oleh: Ustadz Suriani
Jiddy, Lc
Salah satu penyebab
takalluf: kebodohan terhadap agama adalah pangkal segala keburukan.
Kata ilmu dalam
al-Qur’an sangat sering diulang-ulang dalam berbagai bentuknya.
Pengertian ilmu
sangat penting. Kita tidak akan tahu substansi sesuatu kalau kita tidak tahu
definisi. Menghukumi sesuatu adalah bagian tidak terpisahkan dari sesuatu
tersebut. Kalau persepsi kita salah, maka sikap kita terhadap ilmu itu akan
salah.
Syaik Utsaimin
menulis beberapa definisi ilmu, diantaranya: lawan dari ketidaktahuan.
Definisi ilmu
menurut Imam Al Auza‘i: Ilmu adalah apa-apa yang dibawa oleh para sahabat Nabi
Muhammad SAW, jika tidak demikian maka tidak dinamakan ilmu.
Yang dibawah oleh para
sahabat adalah Al Qur’an, As Sunnah dan tafsir terhadap Al Qur’an dan As Sunnah.
Tafsir terhadap Al Qur’an dan As Sunnah berupa perkataan, perbuatan dan sifat.
Tafsir dengan riwayat,
tafsir dengan dirayat, daftar dengan isyarat.
Kita menerima
tafsir dari orang yang paling dalam ilmunya. Insya Allah jauh dari kesesatan.
Ushul Tsalatsah –
Imam Muhammad bin Abdul Wahab
Ketahuilah bahwa
setiap Muslim wajib mengetahui empat masalah, pertama ilmu.
Ilmu itu adalah:
mengenal Allah, nabinya, mengenal agama Islam dengan dalil-dalilnya
Pembagian ilmu:
tujuan hidup, sarana hidup.
Pembagian ilmu
dengan istilah ilmu agama dan ilmu umum atau ilmu dunia dan ilmu akhirat.
Pembagian ini dikhawatirkan menyebabkan pemisahan antara dunia dan akhirat.
Dikhawatirkan kita memisahkan antara agama dengan kehidupan.
Tujuan penciptaan
manusia: 51:56 – dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk
beribadah kepadaku.
Kita tidak akan
bisa mencapai tujuan hidup tersebut kalau tidak memiliki ilmu tersebut. Ini
ilmu yang diumpamakan sebagai makanan. Makanan yang diperlukan oleh fisik.
Selain itu ilmu juga bisa sebagai obat dan racun.
Manusia kalau
tidak makan akan binasa. Membinasakan diri hukumnya berdosa. Hukum
menyelamatkan diri adalah wajib. Kita tidak akan selamat kecuali makan. Maka
makan menjadi wajib.
Shalat adalah
ibadah. Kita tidak bisa shalat kalau kita tidak memiliki ilmu tentang shalat.
Maka memiliki ilmu tentang shalat menjadi wajib. Shalat tidak sah kalau tidak
wudhu‘, maka wudhu menjadi wajib.
Pembeli dan
penjual wajib memiliki ilmu tentang jual beli agar jual belinya sah. Kalau jual
beli tidak sah, maka kita tidak memiliki kepemilikan terhadap barang tersebut.
Ilmu sebagai
sarana hidup.
Dalam hidup kita
perlu pangan, pakaian, perumahan, transportasi, komunikasi dan kesehatan. Ini
semua ada ilmunya. Ini semua sebagai sarana. Ilmu yang kita gunakan sebagai
sarana hidup kita harus kita kembalikan kepada ilmu dalam pengertian yang
sebenarnya yaitu ma’rifatullah, ma’rifatul nabi dan ma’rifatul Islam. Ilmu itu
harus mengantarkan kita kepada ma’rifatullah, ma’rifatu nabi dan ma’rifatul
Islam.
Ketika belajar
biologi, ilmu itu harus diarahkan pada ma’rifatullah, ma’rifatu nabi dan
ma’rifah dinul Islam. Kalau kita tidak arahkan ilmu tersebut untuk ketiga hal
tersebut, maka kita tidak akan mendapatkan keutamaan dalam menuntut ilmu.
Jadi ilmu-ilmu
yang sekuler (bebas dari nilai-nilai agama) tidak punya nilai. Yang belajar tidak dapat pahala dan yang
mengajar tidak dapat pahala.
10 prinsip dasar dalam
menuntut ilmu (al mabadi’ul ‚asyarah). Barangsiapa yang salah jalan pasti akan
tersesat (tidak sampai pada tujuan).
1.
Ismuhu (namanya), apa ilmu yang kita pelajari.
2.
Ta’rifuhu (definisinya)
3.
Maudhu’uhu (isinya)
4.
Wadhi’uhu (siapa yang membuat ilmu itu atau peletak dasar). Ada kaidah
dari Muhammad Ibnu Sirin: sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka
perhatikanlah dari mana kalian mengambil agama kalian. Dasarnya adalah Q.S. Al
Hujurat: 6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu. Orang fasik adalah orang yang suka berbuat
dosa.
Budi Ashari mengutip
Muhammad Qutb: ada dua ilmu yang sangat dipengaruhi oleh Yahudi yaitu ilmu
pendidikan dan ilmu psikologi.
5.
Masa iluhu (masalahnya)
6.
Fadhiluhu (keutamaannya)
7.
Nisbatuhu (hubungannya). Apakah ilmu yang kita pelajari ada nisbahnya
kepada Islam atau tidak.
8.
Istimdaduhu (dalilnya)
9.
Faaidatuhu (faedahnya)
10.
Hukmuhu (hukumnya)
Masalah kita: kita
tidak bisa membedakan mana yang fardhu ‘ain dan mana yang fardhu kifayah.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!