Orang yang tidak tahu arti hidup tidak tahu tujuan hidup.
Orang yang tidak mengetahui tujuan hidup maka gaya hidupnya tidak mencerminkan
dia sebagai manusia.
Memaknai Keberuntungan
Setiap orang yang hidup ingin keberuntungan. Kita bicara
tentang kebahagiaan. Kita bicara tentang kemuliaan, kemajuan. Semua ini tidak
terkait dengan materi.
Contoh yang paling jelas. Kalau kita mengaitkan
keberuntungan dengan materi. Maka contoh yang paling nyata adalah Rasulullah
SAW. Kalau kemuliaan dinilai dinilai dengan harta, maka Rasulullah adalah orang
yang paling tidak mulia. Kalau kita nilai kebahagiaan dengan harta, maka
Rasulullah adalah orang yang hidupnya tidak bahagia. Kalau kemajuan dinilai
dengan materi, maka negara Madinah dinilai sebagai negara yang terkebelakang.
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya
pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari
neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Q.S.
Ali Imran, 3: 185)
Yang beruntung adalah orang yang dijauhkan dari siksa neraka
dan dimasukkan ke dalam surga.
Mengapa kita mengaitkan keberuntungan dengan makna ukhrawi,
bukan dengan dunia yang materialistik. Kesenangan dunia adalah kesenangan yang
memperdayakan / menipu. Sesuatu yang menipu itu seyogyanya tidak boleh
dijadikan sebagai standar. Bayangan itu adalah fatamorgana. Kalau kita jadikan
sebagai standar maka kita tertipu.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah
dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu
amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati
Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
(Q.S. Al Ahzab, 33: 70-71)
Keberuntungan dikaitkan dengan ketaatan kepada Allah dan
Rasulullah SAW.
Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang
besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku". Barang siapa yang
dijauhkan azab dari padanya pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberikan
rahmat kepadanya. Dan itulah keberuntungan yang nyata. (Q.S. Al An’aam, 6:
15-16)
Kita masuk surga karena rahmat Allah. Kita berdo’a untuk minta
ampunan dan rahmat untuk diri kita dan orang tua kita. Kalau kita biasa mendo’akan
orang tua, maka anak kita juga akan mendo’akan kita. Barang siapa yang berbakti
kepada orang tua maka anaknya akan berbakti kepadanya.
Keberuntungan dikaitkan dengan dijauhkan dari siksa.
Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
maka Tuhan mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Itulah
keberuntungan yang nyata. (Q.S. Jasiyah,
45: 30)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai;
itulah keberuntungan yang besar. (Q.S. Al
Buruj: 11)
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams, 91: 9-10)
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri
(dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. (Q.S. Al A’la,
87: 14-15)
Alif laam miim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada
yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami
anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang
telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu,
serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap
mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
(Q.S. Al Baqarah, 2: 1-5)
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu)
orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan
diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang
menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka
dalam hal ini tiada tercela. (Q.S. Al Mu’minun, 23: 1-6)
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran, 3: 104)
Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka
barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang
beruntung. (Q.S. Al A’raaf, 7: 8)
Memaknai Kerugian
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran. (Q.S. Al Ashr, 103: 1-3)
Jadi kerugian ditandai dengan meninggalkan iman,
meninggalkan amal saleh, meninggalkan nasehat untuk berbuat kebenaran dan
kesabaran. Kerugian tidak ada kaitannya dengan materi.
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu
tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang
yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka
menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang
telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan
dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu
penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Demikianlah balasan mereka itu
neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan
ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok. (Q.S. Al Kahfi, 103-106)
Pada hari kiamat, Kami perlihatkan amal perbuatan yang
pernah mereka lakukan didunia, kemudian Kami jadikan seperti debu yang
berterbangan.
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan
berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan
itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang.
Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang
nyata. (Q.S. Al Kahfi, 18: 11)
Menurut Ibnu Katsir, orang yang berada di tepi itu beribadah
tidak dengan keyakinan. Ada juga yang menyebutkan berada di tepi jurang. Jika
dia mendapat apa yang disenanginya, dia tetap dalam agama. Jika mendapatkan
kesulitan, dia meninggalkan agama.
Ada seorang laki-laki yang pergi ke Madinah, jika istrinya
melahirkan anak laki-laki dan kudanya berkembang biak, maka ia bilang bahwa ini
adalah agama yang baik. Bila istrrinya tidak melahirkan anak laki-laki dan
kudanya tidak berkembang biak, maka dia bilang bahwa ini adalah agama yang
buruk.
Dalam
perjuangan, juga ada orang yang seperti ini.
Imam Hasan
Al-Banna beliau mengatakan bahwa manusia ada empat macam yaitu
Pertama. Orang
yang mu’min yang percaya dengan visi dan misi perjuangan kita.
Kedua
adalah orang yang ragu-ragu, saya kalau gabung di Al-Ihsan ini baik atau tidak.
Untuk orang yang ragu-ragu dibuktikan dengan kerja.
Prinsip
kerja:
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Q.S. Ash-Sharh, 94: 7-8)
Ketiga. Orang yang mencari keuntungan. Kalau saya
bergabung ada keuntungan materi atau tidak. Semboyan pendiri Muhammadiyah –
hidup-hidupilah Muhammadiyah jangan mencari hidup dari Muhammadiyah.
Keempat. Orang
yang senantiasa berburuk sangka. Kalau pakai kaca mata pakai kaca mata hitam. Apa
saja yang dilihat selalu saja berburuk sangka.
Prinsip agama:
berbaik sangka kepada Allah dan berbaik sangka kepada manusia.
Orang yang
beribadah untuk keuntungan dunia, maka rugi dunia dan akhirat.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!