Dari Abi Ya’la bin Aus, dari Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya
Allah mewajibkan ihsan pada setiap sesuatu, maka apabila kalian membunuh maka berlaku
ihsanlah dalam membunuh. Dan apabila kalian menyembelih binatang, berlaku
ihsanlah dalam penyembelihan. Dan hendaklah salah seorang diantara kalian
menajamkan pisaunya dan menyenangkan binatang sembelihannya.
Dalam kitab Al-Wafi’, pengarang menulis judul keumuman
ihsan.
Hadits ini merupakan salah satu kaidah penting dalam agama,
karena hadits ini memuat hal-hal yang menunjuk pada kesempurnaan syariat Islam,
karena melaksanakan sesuatu dalam Islam adalah suatu keniscayaan.
Dulu kita pernah membahas Ihsan dalam hadits Jibril : Iman,
Islam dan Ihsan
Kebaikan ada 3: (1) kebaikan dari sisi agama; (2) kebaikan
dari sisi duniawi; (3) kebaikan dari sisi ukhrawi
Definisi Ihsan secara bahasa :
(1) berbuat baik; lawannya
berbuat buruk. Dalam hadits: Sesungguhnya Allah mewajibkan al-ihsan.
Sesungguhnya Allah mewajibkan kita melakukan kebaikan dalam segala hal.
Lawannya mengerjakan keburukan.
(2) Memberikan kebaikan (memberi sesuatu yang
bak) kepada orang lain. Berbuat baik sifatnya umum, kepada diri sendiri, bisa
kepada orang lain. Kalau yang kedua ini kepada orang lain.
(3) Melakukan
sesuatu dengan baik. Apakah sesuatu itu berkaitan dengan diri sendiri atau orang
lain. Dengan kata lain bekerja secara profesional;
(4) Melakukan sesuatu yang mendatangkan
kebaikan.
Ulama membagi ihsan menjadi dua :
(1) berlaku ihsan dalam
beribadah kepada Allah ;
(2) berbuat ihsan dalam menunaikan hak-hak manusia.
Hak Allah: hak untuk diibadahi dan hak untuk tidak
disekutukan. Ibadah yang paling agung adalah shalat sebagaimana yang kita
pelajari dalam kitab Fiqhus Sunnah oleh Sayyid Sabiq. Kita perlu memperbaiki
shalat kita.
Dialah Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk
menguji kamu, siapa yang paling ihsan amalnya (Q.S. Al-Mulk, 67: 2)
Allah tidak mengatakan siapa yang paling banyak amalnya.
Allah tidak menanyakan kuantitas, tapi kualitasnya. Kita harus memperbaiki
shalat dengan cara menuntut ilmu. Shalat itu kita mulai dari wudhu’. Barang
siapa yang berwudhu dan menyempurnakan (memperbaiki) wudhu’ nya maka
dosa-dosanya akan berguguran sebagaimana gugurnya air dari bagian tubuh yang
dibasuhnya.
Kalau kita membasuh wajah, maka dosa-dosa yang dilakukan
oleh wajah akan gugur, Ketika membasuh kaki maka dosa-dosa yang dilaksanakan
oleh kaki akan berguguran.
Begitu juga dengan shalat. Kita perbaiki kualitas shalat
kita, mulai dari niat sampai selesai. Shalat inilah yang akan mencegah orang
yang mengerjakannya dari perbuatan keji dan mungkar. Syaratnya harus ihsan. Kalau
tidak ihsan, maka meskipun shalat, tapi tetap melakukan perbuatan keji dan
mungkar. Ini kuncinya mengapa shalat kita tidak mencegah perbuatan keji dan
mungkar.
Menjauhi perbuatan-perbuatan yang menjurus pada syirik dan
perbuatan syirik itu sendiri.
Ihsan dalam menunaikan hak-hak manusia.
Sembahlah Allah
dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri, (Q.S. An-Nisa, 4: 36)
Allah menyejajarkan berbuat baik kepada Allah dengan berbuat
ihsan kepada kedua orang tua.
Dalam surat Al-Isra’ : Dan Allah sudah menetapkan agar kamu
tidak menyekutukan Allah dan berbakti kepada kedua orang tua.
Ada dua pendapat tentang tetangga:
(1) tetangga dekat adalah
tetangga yang dekat dengan rumah kita dan tetangga jauh adalah yang jauh dari
rumah kita;
(2) tetangga dekat adalah Muslim; tetangga jauh adalah Non-Muslim.
Dalam dunia bisnis ada istilah profesionalisme. Sebagai
pegawai, kita berkewajiban bekerja secara profesional karena tempat kita
bekerja berhak mendapatkan kerja kita yang profesional.
Percuma saja ibadahnya baik, tapi kita tidak ihsan dalam
bekerja. Seorang hamba yang shalih itu adalah hamba yang menunaikan hak Allah
dan hak manusia. Orang seperti ini belum disebut shalih.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah
suka jika seseorang mengerjakan pekerjaannya, dia itqan (ihsan) dalam
pekerjaannya. Dia mengerjakannya secara profesional.
Standar profesionalitas:
(1) menguasai pekerjaan; ahli pada pekerjaannya; pekerjaan
tidak dikerjakan secara asal-asalan. Kalau pekerjaan itu diserahkan kepada yang
bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. Sebagai guru, kita harus menekuni
bidang pendidikan. Kalau jadi guru paling tidak menguasai ilmu yang akan kita
ajarkan dan menguasai metode cara menyampaikan materi itu. Metode kadang lebih
baik dari materi. Materi bagus, tapi cara penyampaiannya tidak baik. Kita perlu
meningkatkan kualitas dalam hal keahlian. Kadang kita ditempatkan bukan pada keahlian
kita. Kita harus bekerja keras untuk mempelajari hal yang baru ini. Sebagai pegawai
kita terikat kontrak. Kalau kita yang membuat kebijakan, kita harus bekerja
profesional. Kita menempatkan orang sesuai bidang kita. Sekarang sedang musim
pencalegan, mereka harus belajar masalah politik. Pilih yang shalih. Yang tidak
shalih tidak boleh dipilih. Memilih yang tidak shalih itu haram.
(2) mempunyai loyalitas. Kesetiaan kepada pekerjaan,
kesetiaan kepada pimpinan. Ini sama dengan al-wala’ dan al-barra’. Selain itu
juga rasa percaya. Loyalitas penting dalam suatu pekerjaan. Bagaimana kita bisa
bekerja dengan baik kalau kita tidak mencintai pekerjaan tersebut.
(3) mempunyai integritas. Tanda-tanda orang munafik: kalau
dia berbicara dia berdusta, kalau berjanji dia ingkar, kalau dia diberikan
amanah dia khianat.
(4) mampu bekerja keras tidak asal-asalan.
(5) mempunyai visi. Visi kita adalah untuk mendapatkan
surga. Untuk mendapatkan surga, mencari pekerjaan yang halal; kemudian
profesional. Pejabat publik banyak pahalanya karena mengurusi orang banyak. Pemimpin
suatu kaum adalah pelayannya. Yang dilayani banyak. Caleg DPRD dengan DPR itu
beda.
(6) mempunyai kebanggan. Bangga dengan pekerjaan kita. Pekerjaan
kita harus halal dan baik, mulia. Kalau pekerjaan kita maksiat, tidak boleh. Orang
yang berbuat dosa tidak boleh menceritakan kepada orang lain. Apalagi kalau
bangga dengan maksiat yang kita lakukan.
(7) mempunyai komitmen atau istiqomah. Komitmennya sampai
akhir hayat.
(8) mempunyai motivasi. Pekerjaan kita diniatkan untuk
ibadah.
x
Salah satu sebab tidak bisa khusyu' adalah karena tidak tahu khusyu' itu apa.
Ada tiga: niat, hadir dan khusyu'. Niat shalat. Ada yang melafazkan. Niat adalah bermaksud melakukan sesuatu saat sesuatu itu akan dilakukan. Hadir itu menghadirkan perasaan saat kita melakukan pekerjaan itu. Perasaan kita hadir dalam shalat. Khusyu' itu berat. Khusyu' itu karunia Allah yang diberikan kepada orang-orang tertentu. Bagaimana kalau shalat seseorang tidak khusyu' maka kita harus berusaha terus untuk mendapatkannya.
Sesungguhnya shalat itu berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!