Allah Akan Terus Memilih dan Mengajarkanmu: Refleksi Kisah Nabi Yusuf AS

Gambar
Ceramah inspiratif Ustadz Nouman Ali Khan mengangkat kisah Nabi Yusuf AS sebagai pelajaran hidup yang relevan dan membumi. Dalam ceramah tersebut, beliau mengajak kita memahami bahwa setiap ujian hidup adalah sarana untuk tumbuh, bukan untuk terpuruk dalam identitas sebagai korban. Kisah Dimulai dari Mimpi Ketika Yusuf kecil menceritakan mimpinya kepada sang ayah, Nabi Ya’qub AS, sang ayah tidak hanya memahami makna mimpi itu sebagai tanda kenabian, tetapi juga memberikan nasihat penting: "Jangan ceritakan kepada saudara-saudaramu." Mengapa? Karena ayahnya tahu, Yusuf akan menghadapi ujian besar, termasuk kecemburuan dan niat jahat dari saudara-saudaranya. Ujian yang Terus Datang Yusuf AS menghadapi serangkaian peristiwa traumatis: dikhianati, dibuang ke sumur, dijual sebagai budak, difitnah, dan dipenjara. Namun yang luar biasa, Yusuf tidak pernah menyebut dirinya sebagai korban. Ia justru melihat semua itu sebagai proses pembelajaran. Inilah makna dari pesan sang ayah:...

Hukum Mengamalkan Hadits Dhaif

Ustadz Suriani Jiddy, Lc
Oleh: Ustadz Suriani Jiddy, Lc



Kesepakatan Ulama: hadits dhaif tidak boleh didasarkan untuk masalah aqidah dan hukum. Masalah aqidah menyangkut keimanan dan perkara-perkara ghaib. Demikian juga dalam menetapkan masalah halal dan haram. Untuk menetapkan hal-hal diatas diwajibkan menggunakan hadits-hadits yang shahih.

Targhib – memberikan motivasi dalam beramal, misalnya keutamaan membaca Qur’an, shalat-shalat sunnah, shalat berjama’ah. Tarhib – ancaman, bagi orang yang berdusta, dll. Kisah seperti sejarah hidup Nabi mulai dari kenabian sampai wafat.

Pendapat ulama tentang penggunaan hadits-hadits dhaif, ada yang mutlak menolak, mutlak menerima dan menerima dengan bersyarat.

Pendapat pertama
·         Kalangan yang secara mutlak menolak semua hadits dhaif
·         Bagi mereka hadits dhaif itu sama sekali tidak akan dipakai untuk apapun juga
·         Baik masalah keutamaan

Pendapat kedua
·         Kalangan yang menerima secara mutlak setiap hadits dhaif, asal bukan hadits palsu (maudhu’)
·         Bagi mereka, sedhaif-daifnya suatu hadits, tetap saja lebih tinggi derajatnya dari akal manusia dan logika
·         Imam As-Suyuthi mengatakan bahwa mereka berkata, “Bila kami meriwayatkan hadits masalah halal dan haram, kami ketatkan.

Pendapat ketiga
·         Kalangan yang menerima sebagian dari hadits yang terbilang dhaif dengan syarat-syarat tertentu
·         Mereka adalah kebanyakan ulama

Syarat-syarat pendapat ketiga:
·         Hadits dhaif itu tidak terlalu parah kedhaifannya. Sedangkan hadits dhaif yang perawinya sampai ke tingkat pendusta, atau tertuduh sebagai pendusta, atau parah kerancuan hafalannya tetap tidak bisa diterima.
·         Hadits itu punya asal yang menaunginya dibawahnya.
·         Hadits ini hanya seputar masalah nasehat, kisah-kisah, atau anjuran amal tambahan. Bukan dalam masalah aqidah dan sifat Allah, juga bukan masalah hukum.
·         Ketika mengamalkannya, jangan disertai keyakinan atas tsubut-nya hadits  itu, melainkan hanya sekedar berhati-hati.

Hadits Nisfu Sya’ban. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah. Status hadits, hadits dengan redaksi diatas adalah hadits palu, karena perawi bernama Ibnu Abi Sabrah statusnya tertuduh berdusta, sebagaimana keterangan Ibnu Hajar dalam At-Taqrib. Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkomentar tentang Ibnu Abi Sabrah, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.” (Lihat Silsilah Dha’ifah, No. 2132)
Bagaimana cara mengetahui status suatu hadits?

Kita harus mendasarkan pada kitab-kitab ahli hadits, seperti Hadits Bukhari (196-256), Hadits Muslim (204-261), Sunan Abu Dawud (202-275), Sunan Ibnu Majah (207-275), Sunan Tirmidzi (210-279), Sunan An-Nasai (215-303). Bukhari dan Muslim menyeleksi hadits-hadits yang mereka terima, sahih atau tidak. Sheikh Nashirudin Al-Abani menyeleksi hadits-hadits dalam Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah. Selain itu juga ada buku Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’. Terjemah Tamamul Minnah yang berisi koreksi hadits Fiqhus Sunnah. Shahih At-Targhib dan At-Tarhib. Hadits-hadits dha’if dalam Riyadhus Shalihin. Hadits-hadits lemah dan palsu dalam kitab Durratun Nashihin. Pengantar Studi Aqidah Islam. Beli buku yang ada komentar tentang derajat hadits.

Bagaimana cara menyikapi perbedaan pendapat ulama tentang status suatu hadits?

Prinsip
·         Masalah memberikan penilaian otentisitas suatu hadits adalah masalah ijtihadiyah
·         Para ulama yang memiliki kapasitas keilmuan dalam masalah ini punya otoritass untuk melakukan ijtihad
·         Masalah ijtihadiyah adalah masalah yang bersifat nisbi (relatif)
·         Dalam masalah ijtihadiyah tak seorangpun boleh mengklaim bahwa dirinyalah yang mutlak benar, dan yang lain mutlak salah

Imam Syafi’i:
Pendapat saya benar, tapi bisa juga salah. Pendapat orang lain salah, tapi mungkin juga benar.

Imam Malik:
Perkataan setiap orang bisa diambil dan bisa juga ditolak, kecuali perkataan orang yang ada dalam kubur ini (menunjuk kuburan Nabi Muhammad SAW)

Imam Ibnu Rajab Al Hanbali:
Allah tidak menginginkan sebuah kitab terjaga dari kesalahan kecuali kitab-Nya saja. Orang yang adil adalah orang yang mau memaafkan sedikit kesalahan seseorang karena kebaikan yang banyak dimilikinya.

Dr. Aidh Al Qarni:
Janganlah pernah menghina sebuah buku yang ditulis oleh seorang muslim. Karena tak jarang kita temukan mutiara dalam tumpukan jerami.

Pendapat Ibnu Taimiyah tentang qunut witir:
·         Hakekatnya, qunut witir adalah sejennis do’a yang dibolehkan dalam shalat
·         Siapa yang mau membacanya, silakan. Dan yang enggan pun silakan

·         Di bulan Ramadhan, jika ia membaca qunut witir pada keseluruhan bulan Ramadhan, maka itu baik. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Dayak Ngaju - Indonesia

Pengantar singkat Bahasa Dayak Ngaju (4)

Kode Pos di Kabupaten Kapuas