Suatu hari seorang wanita datang ke kantor Rumah Peduli Nurul Fikri (RPNF) Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Beliau menceritakan masalahnya sambil menangis tersedu-sedu kepada petugas RPNF. Beliau menyampaikan bahwa beliau pada awalnya adalah penjual cendil, tapi kemudian beralih menjual buah-buahan. Selama menjual buah-buahan tersebut beliau terlibat hutang dengan banyak sekali rentenir. Hutangnya mencapai 29 juta rupiah. Beliau menceritakan bahwa setiap hari sekitar 20 orang utusan rentenir datang ke rumahnya untuk menagih hutangnya.
Sang ibu mengatakan bahwa ia selama beberapa hari ini tidak berdiam di rumah sepanjang hari. Mereka akan keluar dari rumah setelah Subuh, pergi dari satu mesjid ke mesjid yang lain untuk menghindari rentenir. Setelah pukul sembilan malam mereka kembali ke rumah.
Setelah mendengar cerita dari sang ibu, petugas RPNF tidak langsung membantunya. Mereka meminta sang ibu untuk tetap dirumahnya selama satu hari. Petugas RPNF memantau dari kejauhan apa yang akan terjadi. Sesuai dengan penuturan sang ibu, para "debt collectors" masuk dan keluar satu persatu dari rumah sang ibu. Sang ibu sudah dipesankan untuk memberitahukan kepada para "debt collectors" untuk datang pada hari berikutnya untuk membayar hutang mereka.
Pada hari berikutnya ada petugas dari RPNF yang mendampingi sang ibu untuk menghadapi para "debt collectors". Masing-masing pengumpul hutang tersebut diberi jadwal untuk mengambil uang di RPNF selang sehari sampai seluruh hutang tersebut terbayar. Cara tersebut dilakukan agar keuangan di RPNF tidak terganggu dengan keluarnya uang yang banyak dalam waktu cepat.
Setelah semua hutang sang ibu terbayarkan, maka petugas RPNF langsung menggali potensi yang dimiliki oleh pasangan suami istri tersebut. Rupanya sang ibu punya ketrampilan untuk membuat cendil. Maka petugas RPNF bergerilya untuk mencari gerobak dorong yang bisa digunakan untuk berjualan. Gerobak tersebut dihias dengan logo RPNF. Sang ibu diberi modal untuk memberi peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat cendil tersebut.
Sekarang sang ibu kembali berjualan cendil di depan rumah bersalin yang cukup terkenal di Palangka Raya. Ada kisah yang menarik. Ketika ada caleg dari salah satu partai ingin menempelkan stikel partainya di gerobaknya, sang ibu menolaknya. Ketika sang caleg menawarkan uang beberapa ratus ribu, sang ibu mengatakan bahwa RPNF sudah membantunya berpuluh-puluh juta.
Sumber: Elyas, pengelola RPNF
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!