Oleh: Ustadz Suriani
Jiddy, Lc
Dialog Ibnu Abbas
RA dengan Kaum Khawarij
Dialog ini
menggambarkan bagaimana kita berdakwah dengan orang yang tidak sepaham dengan
kita. Ketika kita mengajak orang ke jalan Allah, Allah berfirman:
Serulah manusia
ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik dan debatlah mereka dengan
cara yang paling baik. (Q.S. An-Nahl, 16: 125)
Yusuf Qaradhawi:
perbedaan antara mau’idzah (nasehat) dengan jidal (debat). Al-Qur’an menyifati mau’idzah dengan cara yang
baik, jidal dengan cara yang paling baik. Nasehat itu disampaikan dengan orang
yang sependapat dengan kita. Kalau kita bicara dua arah dengan lawan bicara,
kalau kita sependapat maka cukup dengan cara yang baik. Kalau debat, kita
bicara dengan orang yang tidak sependapat dengan kita, harus dengan cara
terbaik.
Ini dicontohkan oleh
Ibnu Abbas RA ketika berhadap dengan kaum khawarij. Khawarij adalah orang-orang
pertama yang mengadakan bid’ah dalam Islam. Mereka berani mengkafirkan orang
terbaik. Takfir utamanya dilakukan oleh khawarij dan syi’ah. Khawarij
mengkafirkan para sahabat yang mendapatkan pujian dari Qur’an dan Sunnah.
Sikap Ali bin Abi
Thalib terhadap kaum Khawarij
Apakah mereka
kafir?
·
Ali bin Abi Thalib ditanya: „apakah Khawarij itu
kafir?“ Jawab Ali, „Mereka adalah orang yang berusaha lari dari kekafiran.“
·
„Apakah mereka munafik?“ Jawab Ali, „Orang munafik
tidak menyebut Allah kecuali sedikit, padahal mereka orang yang banyak menyebut
nama Allah.“
·
Siapa mereka? Mereka adalah kaum yang membangkang
kepada kita.
Kalian memiliki 3
hak dihadapan kami:
1.
Kami tidak melarang kalian untuk shalat di masjid
ini
2.
Kami tidak menghalangi kalian untuk mengambil
harta rampasan perang selama kalian ikut berjihad bersama kami
3.
Kami tidak akan memerangi kalian hingga kalian
memerangi kami
Imam Ibnu
Taimiyah berkaitan dengan sikap Ali bin Abi Thalib terhadap kaum Khawarij: Ali
bin Abi Thalib tidak mengkafirkan kaum Khawarij, begitu juga Sa’ad bin Abi
Waqqash dan selain keduanya. Justru para sahabat menganggap orang-orang
Khawarij dalam barisan kaum Muslimin walaupun para sahabat memerangi kaum
Khawarij dan Ali pun tidak memerangi mereka sampai orang-orang itu menumpahkan
darah dan menghalalkan hartanya. Karena itulah kemudian Ali memerangi mereka
dalam rangka melenyapkan kezaliman dan pemberontakan yang mereka lakukan.
Karena itulah ketika Ali bin Abi Thalib ketika memerangi mereka, dia tidak
menawan kaum wanitanya. Sebagian dari mereka dijadikan tawanan. Kalau
orang-orang yang kesesatannya sudah jelas dengan nash Al-Qur’an dan nash ijma‘
sahabat, tidak dikafirkan dan Allah perintahkan untuk memerangi mereka. Kalau
orang-orang yang jelas kesesatannya dengan Qur’an dan Sunnah diperangi. Para
sahabat bisa salah. Prinsip dasar adalah darah, harta, kehormatan kaum Muslimin
adalah haram, dilindungi, tidak boleh saling menghalalkan.
Dialog
Ibnu ‚Abbas RA
berkata: „Orang-orang Khawarij memisahkan diri dari Ali RA, berkumpul di satu
daerah untuk keluar dari ketaatan (memberontak) kepada khalifah. Mereka ketika
itu berjumlah enam ribu orang.
Semenjak Khawarij
berkumpul, tidaklah ada seorang yang mengunjungi Ali RA melainkan dia berkata
mengingatkan beliau: „Wahai Amirul Mukminin, mereka kaum Khawarij telah
berkumpul untuk memerangimu.“
Beliau menjawab:
„Biarkan mereka, aku tidak akan memerangi mereka hingga mereka memerangiku, dan
sungguh mereka akan melakukannya.“
Hingga di suatu
hari yang terik, saat masuk waktu dhuhur aku menjumpai Ali RA. Aku berkata,
„Wahai Amirul Mukminin, tunggulah cuaca dingin untuk shalat dhuhur, sepertinya aku
akan mendatangi mereka (Khawarij) berdialog.“
‚Ali bin Abi
Thalib RA berkata, „Wahai Ibnu Abbas, sungguh aku mengkhawatirkanmu!“
Ibnu Abbas RA:
„Wahai Amirul Mukminin, janganlah kau khawatirkan diriku. Aku bukanlah orang
yang berakhlak buruk dan aku tidak pernah menyakiti seorang pun.“ Maka Ali RA
mengizinkanku.
Jubah terbaik
dari Yaman segera kupakai, kurapikan rambutku, dan kulangkahkan kaki ini hingga
masuk di barisan mereka di tengah siang.
Ibnu Abbas RA
berkata: Aku benar-benar berada di tengah suatu kaum yang belum pernah kujumpai
orang yang sangat bersemangat beribadah seperti mereka. Dahi-dahi mereka penuh
luka bekas sujud, tangan-tangan menebal bagaikan lutut-lutut unta (kapalan).
Wajah-wajah mereka pucat pasi karena tidak tidur, menghabiskan malam untuk
beribadah.
Kuucapkan
salam kepada mereka, serempak
mereka menyambutku.
Khawarij: Selamat
datang wahai Ibnu Abbas. Pakaian dan perhiasan apa yang Anda pakai ini?
Ibnu Abbas:
Mengapa kalian mengganggap aib apa yang kupakai ini? Aku pernah melihat Rasulullah
SAW memakai pakaian dan perhiasan yang sangat bagus. Sehingga turun ayat:
Katakanlah: „Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan)
rezki yang baik? (Q.S. Al A’raf, 7: 32)
Ibnu Abbas
berinteraksi dengan ahli bid’ah, mengucapkan salam kepada mereka. Ada
sekelompok orang yang salah, ketika mereka menyikapi orang yang berbeda
pendapat dengan mereka, mereka kemudian langsung menjatuhkan vonis, kalian ahli
bid’ah. Ini memberi implikasi „hajr“ (meninggalkan mereka) bahkan tidak
mengucapkan salam / tidak ditegur. Kalau mereka menulis buku, jangan baca
bukunya. Kalau ada stasiun televisi, jangan tonton. Kalau buat blog jangan
baca. Padahal Ibnu Abbas mengucapkan salam kepada kaum Khawarij. Metode boikot
seperti itu dari mana?
Aku berkata:
„Sungguh aku datang pada kalian dari sisi sahabat Muhajirin dan sahabat Anshar,
juga dari sisi menantu Rasulullah SAW yang kepada merekalah Al-Qur’an
diturunkan dan merekalah orang-orang yang paling mengerti makna Al-Qur’an
daripada kalian.“
„orang-orang yang
terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, Allah ridho kepada mereka.“
Ibnu Abbas
mengingatkan mereka bahwa Ali adalah menantu Rasulullah. Do’a Rasulullah kepada
Ibnu Abbas sangat luar biasa, agar dia memiliki hikmah.
Al-Qur’an
diturunkan kepada para sahabat. Mengapa kalian (khawarij) kafirkan. Kalau
mereka kafir, justru kalian lebih kafir lagi.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!