Oleh: Nouman Ali Khan
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa
Al-Muttaqin (mereka yang bertakwa) adalah bentuk kata benda. Kata benda tidak
terpengaruh oleh waktu. Artinya kita bisa menemukan orang-orang yang bertakwa
ini pada masa lalu, pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang.
Dalam surat sebelumnya, Al-Fatihah ayat 7, Allah bercerita tentang
orang-orang yang telah diberi nikmat:
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau
beri nikmat kepada mereka….. (Q.S. Al Fatihah, 2:
7)
Kata-kata an’amta adalah bentuk kata lampau. Jadi
kita diminta untuk melihat teladan dari orang-orang masa lalu. Jadi orang-orang
yang Allah sudah berikan nikmatnya kepada mereka adalah para nabi, shiddiqin,
syuhada dan shalihin. Kita bisa menjadikan orang masa kini menjadi teladan,
tapi ada kekurangannya, mereka belum dijamin sampai meninggal akan jadi orang
baik. Orang yang sudah meninggal, sudah terjamin kebaikannya.
Masalahnya, apakah teladan hanya ada pada masa lalu?
Itulah sebabnya ayat 2 surat Al-Baqarah ini menjawab pertanyaan tersebut, bahwa
mereka bisa memiliki orang-orang bertakwa dari masa lalu, masa kini dan masa
depan.
Al-Muttaqin adalah gambaran orang-orang yang menjaga
dirinya setelah masuk ke dalam Islam. Ada juga gambaran Al-Muttaqin sebelum
iman. Mereka adalah orang-orang yang menjaga dirinya dari hal-hal yang tidak
baik. Jadi penggunaan kata-kata Al-Muttaqin ini memberi peluang kepada
orang-orang Islam dan non-Muslim yang baik untuk mendapat manfaat dari buku
ini. Undangan ini terbuka bagi orang diseluruh dunia.
Dalam surat Ali Imran, Allah menjelaskan tentang
orang-orang Yahudi dan Nasrani dengan menyebut mereka „mereka termasuk
orang-orang yang shalih“. Ini adalah salah satu rahmat dari Qur’an yang
berisi ajakan untuk orang-orang di Madinah.
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib (Q.S. Al Baqarah, 2: 3)
Orang sekarang mengatakan bahwa sesuatu itu ada kalau dia dapat diindera,
dapat diukur. Konsep ini sudah banyak ditentang. Bagaimana tentang literatur,
ada yang bilang bahwa puisi ini cantik, apa dasarnya? Lagu ini hebat? Apa
dasarnya? Aku cinta Ibu, bagaimana mengukurnya? Cinta sangat tidak ilmiah. Jadi
kita harus beriman kepada yang ghaib.
Allah menggunakan fi’il mudhari (present tense) untuk „mereka yang
beriman“. Present tense
menggambarkan kontinuitas atau menggambarkan sesuatu yang tidak lengkap. Orang
ini punya iman, tapi mereka terus mengupayakan agar imannya terjaga. Imannya
bisa naik dan bisa turun. Kadang dalam shalat kita bisa menangis, kadang tidak
terjadi apa-apa.
Iman kepada
yang ghaib bisa berarti sederhana, misalnya beriman kepada Allah yang tidak
bisa dilihat, malaikat yang tidak bisa dilihat dan lain-lain. Tapi ada pengertian yang
lebih dalam.
·
Bila seseorang berada
dalam lingkungan yang sedang melakukan ghibah, dia merasa malu kepada Allah.
·
Laki-laki yang menjaga
pandangannya dari melihat aurat wanita saat musim panas di Amerika. Dia merasa
bahwa Allah mengawasinya. Dia mengimani ayat „…..Dia berada
bersama mereka di manapun mereka berada…..“ (Q.S. Al Mujadilah, 58:7)
·
Ketika seorang pedagang
bisa menaikkan harga untuk mendapat keuntungan yang tidak halal, dia tidak
melakukannya. Dia yakin bahwa balasan yang akan diperolehnya dari Allah lebih
baik dari uang „cash“ yang dia akan dapatkan dari perdagangan yang tidak halal
tersebut.
·
Ketika dia tidak menyuap,
tidak bermaksiat dan karenanya dia tidak dapat promosi, di saat seperti itulah
keimanan kepada yang ghaib akan diuji. Dia berdo’a: maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi
kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini) (Q.S. Al Kahfi, 18: 40)
·
Ketika kita sedang mengalami kesulitan. Ketika kesulitan itu seperti tidak
akan berakhir. Itulah saatnya beriman dengan yang ghaib, sebagaimana firman
Allah: …..Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah
Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (Q.S. Az Zumar, 39: 10). Orang yang meyakini hal ini, maka kesulitan
mereka akan terasa muda.
·
Ketika seseorang merasa
sendirian, dia beriman bahwa: „…..sesungguhnya Tuhanku besertaku….. (Q.S. Asy-Syu’ara, 26:62)
·
Sebagian orang khawatir kalau Donald Trump jadi presiden. Kita harus yakin
bahwa Allah sudah mengutus malaikat sebagai penjaga: „….. dan
diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga…..” (Q.S. Al An’am, 6: 61). Kita bisa berhenti ketika menekan rem, adalah
karena ada malaikatnya.
·
Kita lihat kondisi umat
Islam sekarang sangat terpuruk. Saat inilah kita harus beriman bahwa: „..Padahal
kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin…..” (Q.S. Al Munafiqun, 63: 8)
·
Kita menganggap
membicarakan keburukan orang lain adalah hal yang biasa, tapi disisi Allah itu
adalah hal yang besar.
·
Masalah harapan, Allah
berfirman: „Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah
(pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.(Q.S. Ali Imran, 3: 139). Allah akan memberikan kemenangan kalau kita
beriman. Kita tidak boleh depresi. Kita tidak boleh kehilangan harapan. Para
Rasul berada dalam kegelapan yang dominan. Mereka tetap meneruskan pekerjaan
mereka. Ketika kita hidup dalam masa sulit, ini adalah kemuliaan Allah yang
melahirkan kita di zaman ini.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!