Hal-hal yang dapat merusak investasi - Nouman Ali Khan

Gambar
  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ  ۖ  فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا  ۖ  لَّا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوا  ۗ  وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ  ‎   Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Q.S. Al-Baqarah, 2: 264) Kalau Anda memberi dan mengharapkan sesuatu dari pember

Surat Al Baqarah ayat 4 dan 5

Oleh: Nouman Ali Khan

Surat Al Baqarah, 2: 4

dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.

Imam Fachruddin Al Razi mengatakan bahwa ayat ini ditujukan bagi kelompok orang yang lain.

Ayat ketiga ditujukan untuk seluruh manusia. Ayat keempat ditujukan kepada orang yang pernah terpapar dengan terpapar dengan wahyu sebelumnya (Yahudi dan Kristen).

Ayat keempat ini secara jelas membedakan Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad dengan kitab-kitab yang sebelumnya. Untuk kitab-kitab yang sebelum Rasulullah tidak disebutkan mereka diturunkan kepada siapa. Ini menunjukkan bahwa kitab-kitab masa lalu tidak bisa ditelusuri lagi kebenaran periwayatannya. Bahkan para ahli Taurat (Kitab Perjanjian Lama) tidak dapat dilacak sampai ke Nabi yang menerimanya.

Sebagian kebenaran yang ada pada kitab-kitab terdahulu masih ada yang bertahan sampai sekarang. Itulah sebabnya ketika orang-orang yang pernah membaca tentang ayat-ayat yang mengandung kebenaran tersebut, membaca Qur’an, maka mereka akan mengatakan bahwa apa yang disampaikan Qur’an adalah sesuatu yang pernah mereka baca sebelumnya.

Taurat diberikan kepada Musa, saat dia pergi ke bukit. Kepadanya Allah berfirman:

…sesungguhnya kiamat akan datang, aku menyembunyikannya. Sehingga setiap orang dibalas sesuai dengan apa yang dikerjakannya…

Kalau kita lihat tradisi Yahudi, mereka terbagi menjadi dua golongan:
1.       Saticy – mereka berkiblat ke Yerusalem. Tidak percaya pada akhirat.
2.       Pharicy – rabi – percaya pada kebangkitan. Percaya pada Taurat yang tidak tertulis. Percaya pada akhirat. Mereka percaya bahwa bangsa yang dihisab, bukan individu.

Ketika kuil mereka dihancurkan. Yahudi diasingkan. Saticy hampir habis. Yang tinggal adalah Pharicy. Kita hampir tidak pernah membaca tentang hari akhirat di Taurat.

Mereka punya istilah jahannah (surga) dan gan (neraka). Yesus berdebat dengan kelompok saticy.
Itulah sebabnya diakhir ayat keempat ini, Allah menekankan masalah keimanan pada hari akhir.
Allah menurunkan Qur’an untuk mengembalikan kehidupan kepada akhirat.

Dalam ayat sebelumnya Allah bicara tentang keimanan pada yang ghaib. Sedangkan mereka lupa dengan akhirat. Ketika tidak ada keimanan pada hari akhir, maka orang tidak akan lagi memperhatikan shalat. Kalau mereka tidak yakin infaq akan memberi kebaikan kepada mereka pada hari akhir, maka mereka tidak akan berinfaq.

Diakhir ayat disebutkan bahwa mereka “yaqin” dengan hari akhirat. „Yaqin“ artinya memiliki keyakinan yang absolut. Hampir semua kandungan qur’an mengajak kita untuk makin dekat pada Allah. Jadi setiap shalat adalah persiapan untuk hari kiamat. Setiap Jum’at adalah berkumpulnya kita seperti di hari dikumpulkan (yaumul jama’), haji adalah persiapan kita berhadapan dengan Allah.

Ayat keempat ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
1.       Iman kepada Qur’an
2.       Iman kepada kitab sebelum Qur’an
3.       Iman kepada hari akhir

Secara urutan harusnya iman kepada kitab sebelum Qur’an, kemudian iman kepada Qu’an kemudian iman kepada hari akhir. Tapi Allah malah membalik urutannya. Ini menunjukkan bahwa orang yang iman pertamanya adalah Taurat atau Injil maka sudut pandang mereka biasanya didasarkan pada keyakinan pertama. Kita yang terlahir dalam keluarga Islam tidak pernah mempertanyakan tentang jumlah rakaat dalam shalat.

Dengan urutan seperti diatas (Qur’an duluan), maka Allah meminta kita untuk memandang segala sesuatu dari sudut pandang Qur’an. Termasuk dalam memandang Taurat dan Injil harus dari sudut pandang Qur’an, apa yang bisa dibenarkan dan apa yang tidak bisa dibenarkan.

Kalau kita memandang Qur’an dari sudut pandang Taurat dan Injil maka pandangan terhadap hari akhir akan menjadi sangat aneh. Karena hal tersebut tidak banyak disebutkan dalam kitab-kitab sebelumnya. Cerita-cerita yang tidak benar dalam Taurat dan Injil akan dikoreksi oleh Qur’an. Apa yang sesuai dengan Qur’an akan diterima.

Kata “yuqinu” artinya sangat yakin. Ada kata alternatifnya “yaqina”. Allah tidak menyebut “yaqina” tapi “yuqinu” karena dalam kata tersebut ada penekanan. Kata itu menunjukkan keyakinan yang dimiliki sangat lengkap, komplit, menyeluruh. Bila kitab-kitab sebelumnya hanya sedikit bercerita tentang hari akhir, maka Qur’an menceritakan dengan detil. Bagaimana mereka dibangkitkan, bagaimana mereka diadili.

Orang Islam bisa punya perselisihan dalam masalah furu’ tapi kita tidak pernah berdebat tentang hari akhir.

Banyak orang yang mengaku sebagai nabi. Masing-masing Nabi membuat kitab. Misalnya Mormon punya Injil Mormon, Musailamah Al Kadzab bikin syair yang menyaingi Qur’an.

Bagaimana Qur’an dilindungi tentang tidak adanya kitab sesudah Qur’an. Coba lihat urutan ayat 4 ini. Kita diminta untuk beriman kepada Qur’an, kitab-kitab sebelumnya. Tidak disebutkan bahwa kita harus beriman kepada kitab sesudahnya. Artinya tidak akan ada lagi Nabi sesudah Muhammad.

Surat Al Baqarah, 2: 5

Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.

Kata “huda” dalam ayat ini menggunakan bentuk “nakirah”. Bentuk nakirah digunakan untuk menunjukkan bahwa mereka betul-betul berada diatas petunjuk. Tidak ada petunjuk yang lebih hebat dari itu. Penambahan kata „an“ (tanwin) pada „huda“ untuk menunjukkan sesuatu yang besar.

Kata „aflaha“, dari kata ini kita mendapat kata „fallah“ yang artinya petani. Arti lain dari „falaha“ adalah tetap. „Muflihin“ adalah orang yang memungkinkan dirinya untuk tetap. Artinya mereka akan mendapatkan kehidupan yang kekal, penuh kesuksesan dan keberkahan.

Kata ini bukan hanya berarti sukses. Kalau hanya sukses saja bisa menggunakan kata „faaizun“. Kalau menggunakan kata „muflihun“ berarti kita merujuk pada orang yang selalu sukses. Kata ini juga merujuk ke petani. Petani panen sekali setahun. Ketika mereka akan mendapatkan keuntungan dari panen tersebut, kondisi itu disebut sebagai „fallah“ atau „muflih“. Ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa untuk mendapatkan keberkahan dari Allah, maka kita harus bekerja keras untuk mendapatkannya sebagaimana kerja keras petani akan berbuah panen.

Ayat 2-5 ini menggambarkan dua golongan:
1.       Orang yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat dan menginfakkan sebagian yang sudah dikaruniakan kepada mereka.
2.       Orang yang beriman kepada apa yang diturunkan kepada Rasulullah (Qur’an), apa yang diturunkan sebelum engkau dan beriman kepada akhirat.

Kelompok pertama adalah orang-orang yang tidak ada waktu untuk mempelajari agama ini dengan lebih mendalam. Terbuka untuk semua orang. Kelompok kedua adalah mereka yang memiliki kesempatan untuk mendalami agama.

Meskipun demikian, Allah menyebutkan bagi kedua kelompok tersebut – mereka tetap berada dalam petunjuk dan mereka adalah orang-orang yang beruntung.


Orang yang punya kesempatan untuk belajar agama lebih mendalam memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan agama kepada orang-orang disekitarnya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Dayak Ngaju - Indonesia

Pengantar singkat Bahasa Dayak Ngaju (4)

Laki-laki adalah "qawwam" bagi perempuan