Oleh: Nouman Ali Khan
Surat Al Baqarah, 2: 4
dan
mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat.
Imam Fachruddin Al Razi
mengatakan bahwa ayat ini ditujukan bagi kelompok orang yang lain.
Ayat ketiga ditujukan untuk seluruh
manusia. Ayat keempat ditujukan kepada orang yang pernah terpapar dengan terpapar
dengan wahyu sebelumnya (Yahudi dan Kristen).
Ayat keempat ini secara jelas membedakan
Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad dengan kitab-kitab yang sebelumnya.
Untuk kitab-kitab yang sebelum Rasulullah tidak disebutkan mereka diturunkan
kepada siapa. Ini menunjukkan bahwa kitab-kitab masa lalu tidak bisa ditelusuri
lagi kebenaran periwayatannya. Bahkan para ahli Taurat (Kitab Perjanjian Lama)
tidak dapat dilacak sampai ke Nabi yang menerimanya.
Sebagian kebenaran yang ada pada
kitab-kitab terdahulu masih ada yang bertahan sampai sekarang. Itulah sebabnya
ketika orang-orang yang pernah membaca tentang ayat-ayat yang mengandung
kebenaran tersebut, membaca Qur’an, maka mereka akan mengatakan bahwa apa yang
disampaikan Qur’an adalah sesuatu yang pernah mereka baca sebelumnya.
Taurat diberikan kepada
Musa, saat dia pergi ke bukit. Kepadanya Allah berfirman:
…sesungguhnya kiamat akan
datang, aku menyembunyikannya. Sehingga setiap orang dibalas sesuai dengan apa
yang dikerjakannya…
Kalau kita lihat tradisi Yahudi, mereka
terbagi menjadi dua golongan:
1.
Saticy –
mereka berkiblat ke Yerusalem. Tidak percaya pada akhirat.
2.
Pharicy – rabi
– percaya pada kebangkitan. Percaya pada Taurat yang tidak tertulis. Percaya
pada akhirat. Mereka percaya bahwa bangsa yang dihisab, bukan individu.
Ketika kuil mereka dihancurkan. Yahudi
diasingkan. Saticy hampir habis. Yang tinggal adalah Pharicy. Kita hampir tidak
pernah membaca tentang hari akhirat di Taurat.
Mereka punya istilah
jahannah (surga) dan gan (neraka). Yesus berdebat
dengan kelompok saticy.
Itulah sebabnya diakhir ayat keempat ini,
Allah menekankan masalah keimanan pada hari akhir.
Allah menurunkan Qur’an untuk
mengembalikan kehidupan kepada akhirat.
Dalam ayat sebelumnya Allah bicara tentang
keimanan pada yang ghaib. Sedangkan mereka lupa dengan akhirat. Ketika tidak
ada keimanan pada hari akhir, maka orang tidak akan lagi memperhatikan shalat.
Kalau mereka tidak yakin infaq akan memberi kebaikan kepada mereka pada hari
akhir, maka mereka tidak akan berinfaq.
Diakhir ayat disebutkan bahwa mereka
“yaqin” dengan hari akhirat. „Yaqin“ artinya memiliki keyakinan yang absolut.
Hampir semua kandungan qur’an mengajak kita untuk makin dekat pada Allah. Jadi
setiap shalat adalah persiapan untuk hari kiamat. Setiap Jum’at adalah
berkumpulnya kita seperti di hari dikumpulkan (yaumul jama’), haji adalah
persiapan kita berhadapan dengan Allah.
Ayat keempat ini terbagi menjadi tiga
bagian yaitu:
1.
Iman kepada
Qur’an
2.
Iman kepada
kitab sebelum Qur’an
3.
Iman kepada
hari akhir
Secara urutan harusnya iman kepada kitab
sebelum Qur’an, kemudian iman kepada Qu’an kemudian iman kepada hari akhir.
Tapi Allah malah membalik urutannya. Ini menunjukkan bahwa orang yang iman
pertamanya adalah Taurat atau Injil maka sudut pandang mereka biasanya
didasarkan pada keyakinan pertama. Kita yang terlahir dalam keluarga Islam
tidak pernah mempertanyakan tentang jumlah rakaat dalam shalat.
Dengan urutan seperti diatas (Qur’an
duluan), maka Allah meminta kita untuk memandang segala sesuatu dari sudut
pandang Qur’an. Termasuk dalam memandang Taurat dan Injil harus dari sudut
pandang Qur’an, apa yang bisa dibenarkan dan apa yang tidak bisa dibenarkan.
Kalau kita memandang Qur’an dari sudut
pandang Taurat dan Injil maka pandangan terhadap hari akhir akan menjadi sangat
aneh. Karena hal tersebut tidak banyak disebutkan dalam kitab-kitab sebelumnya.
Cerita-cerita yang tidak benar dalam Taurat dan Injil akan dikoreksi oleh
Qur’an. Apa yang sesuai dengan Qur’an akan diterima.
Kata “yuqinu” artinya sangat yakin. Ada
kata alternatifnya “yaqina”. Allah tidak menyebut “yaqina” tapi “yuqinu” karena
dalam kata tersebut ada penekanan. Kata itu menunjukkan keyakinan yang dimiliki
sangat lengkap, komplit, menyeluruh. Bila kitab-kitab sebelumnya hanya sedikit
bercerita tentang hari akhir, maka Qur’an menceritakan dengan detil. Bagaimana
mereka dibangkitkan, bagaimana mereka diadili.
Orang Islam bisa punya perselisihan dalam
masalah furu’ tapi kita tidak pernah berdebat tentang hari akhir.
Banyak orang yang mengaku
sebagai nabi. Masing-masing Nabi membuat kitab. Misalnya
Mormon punya Injil Mormon, Musailamah Al Kadzab bikin syair yang menyaingi
Qur’an.
Bagaimana Qur’an dilindungi tentang tidak
adanya kitab sesudah Qur’an. Coba lihat urutan ayat 4 ini. Kita diminta untuk
beriman kepada Qur’an, kitab-kitab sebelumnya. Tidak disebutkan bahwa kita
harus beriman kepada kitab sesudahnya. Artinya tidak akan ada lagi Nabi sesudah
Muhammad.
Surat Al Baqarah, 2: 5
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk
dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Kata “huda” dalam ayat
ini menggunakan bentuk “nakirah”. Bentuk nakirah digunakan untuk menunjukkan
bahwa mereka betul-betul berada diatas petunjuk. Tidak ada petunjuk yang lebih
hebat dari itu. Penambahan kata „an“ (tanwin) pada „huda“ untuk menunjukkan
sesuatu yang besar.
Kata „aflaha“, dari kata
ini kita mendapat kata „fallah“ yang artinya petani. Arti lain dari „falaha“
adalah tetap. „Muflihin“ adalah orang yang memungkinkan dirinya untuk tetap.
Artinya mereka akan mendapatkan kehidupan yang kekal, penuh kesuksesan dan
keberkahan.
Kata ini bukan hanya
berarti sukses. Kalau hanya sukses saja bisa menggunakan kata „faaizun“. Kalau
menggunakan kata „muflihun“ berarti kita merujuk pada orang yang selalu sukses.
Kata ini juga merujuk ke petani. Petani panen sekali setahun. Ketika mereka
akan mendapatkan keuntungan dari panen tersebut, kondisi itu disebut sebagai
„fallah“ atau „muflih“. Ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa untuk mendapatkan
keberkahan dari Allah, maka kita harus bekerja keras untuk mendapatkannya
sebagaimana kerja keras petani akan berbuah panen.
Ayat 2-5 ini menggambarkan dua golongan:
1.
Orang yang
beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat dan menginfakkan sebagian yang
sudah dikaruniakan kepada mereka.
2.
Orang yang
beriman kepada apa yang diturunkan kepada Rasulullah (Qur’an), apa yang
diturunkan sebelum engkau dan beriman kepada akhirat.
Kelompok pertama adalah orang-orang yang
tidak ada waktu untuk mempelajari agama ini dengan lebih mendalam. Terbuka
untuk semua orang. Kelompok kedua adalah mereka yang memiliki kesempatan untuk
mendalami agama.
Meskipun demikian, Allah menyebutkan bagi
kedua kelompok tersebut – mereka tetap berada dalam petunjuk dan mereka adalah
orang-orang yang beruntung.
Orang yang punya kesempatan untuk belajar
agama lebih mendalam memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan agama kepada
orang-orang disekitarnya.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!