Navigating Integrity Zone Development: A Hospital's Journey

Gambar
 This storyboard chronicles the efforts of a medical services head tasked with understanding and implementing an integrity zone at RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Hospital. Over one evening, they delve into the self-assessment form required for the integrity zone's development, consulting ChatGPT for clarification on complex issues and drafting essential documents. By morning, they are ready to lead a staff assembly, outlining the steps necessary to foster a culture of integrity within the hospital. On April 17, 2024, the director of RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo assigned the head of medical services to attend a socialization meeting for the integrity zone development. Searching for foundational documents for the integrity zone at night, finding the self-assessment form. Exploring the self-assessment questions, using ChatGPT to understand the complicated parts. Asking ChatGPT for advice on: Team Decree (SK Tim Kerja), Work Plan (Rencana Kerja), Change Agents (Agen Perubahan),

Surat Al Baqarah ayat 8-9

Oleh: Nouman Ali Khan

Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (Q.S. Al Baqarah, 2: 8)

Dari urutan ayat 1-8 tampak bahwa kita belajar tentang orang yang beriman, orang kafir dan munafik. 
Sebagian ulama berkomentar bahwa ayat 8 ini berbicara tentang orang kafir jenis lain yang kekafiran mereka tidak ditunjukkan di dunia ini tapi akan ditunjukkan di akhirat. Di hari akhir mereka mengira bahwa mereka adalah orang yang beriman. Mereka akan berjalan bersama orang yang beriman, tapi nanti akan ada dinding diantara orang beriman dan orang munafik. Mereka bertanya, bukankah kami dulu bersama dengan kalian?
Oleh sebab itu urutan ini (kafir – munafik) juga Allah gunakan dalam surat At-Tahrim, 66: 9

Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka

Ibnu Asyur – mengapa Allah berbicara tentang munafiqun begitu rinci. Rupanya orang-orang ini masuk kategori khusus dari orang-orang kafir yang harus diperjelas sehingga orang berhati-hati dengannya.
„wama hum bi mu’minin“. Dalam bahasa Arab kita bisa mengatakan: lam yu’minu, la yu’minu, laisu mu’minin, laisu bimu’minin, ma hum mu’minin. Jadi kata „wama hum bi mu’minin“ adalah bentuk yang paling kuat menggambarkan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak beriman dilihat dari sudut apapun. Karena ada „ma“ dan „ba“ disana.

Iman berarti dua hal. Iman pada lidah dan iman dalam hati. Apa yang ada dilidah, bisa di dengar dan bisa dihakimi. Apa yang ada dalam hati tidak dapat didengar dan tidak dapat dihakimi. Kadang-kadang apa yang diucapkan lidah berhubung dengan hati, kadang-kadang tidak. Ketika Allah menggunakan kata „iman“ (mu’min) dalam Qur’an, Allah ingin membicarakan tentang apa yang ada di dalam hati. Ketika Allah membicarakan sesuatu yang ada kaitannya dengan lidah, Allah biasanya menggunakan kata „Muslim“. Dia mengucapkan syahadat, dia Muslim. Itu karena dia menggunakan lidahnya. Islam itu adalah sesuatu yang bisa kita hakimi. Iman tidak dapat dihakimi karena ada dalam hati. Islam itu apakah ada atau tidak. Iman tidak demikian. Iman bisa naik dan turun. Iman punya kisaran (range). Iman itu ada 70 tingkatan. Menyingkirkan gangguan di jalan adalah bagian dari iman. Iman ada dalam jantung (heart) yang senantiasa dipompa.

Ketika Allah mengatakan “wama hum bi mu’minin”, Allah mengomentari apa yang ada di dalam hati mereka. Masalah hati dalam Qur’an, lawannya Muslim adalah kafir dan lawannya Mu’min adalah kafir. Dalam Qur’an adalah orang yang tidak beriman yang menunjukkan kekufurannya, ini adalah lawan dari Islam. Ada juga Allah menggambarkan hati tidak kosong dari iman, ini adalah lawan dari iman. Jadi kata kafir dalam Qur’an harus dilihat apakah ini lawan dari Islam atau lawan dari iman.

Kalau kita melihat orang berjalan ke masjid kita berasumsi bahwa dia adalah Mu’min. Jangan kamu katakan kepada orang yang mengucapkan salam kepadamu, “Engkau tidak beriman”. Jadi ketika kita melihat ada keislaman pada seseorang, maka kita langsung berasumsi bahwa dia memiliki iman di dalam hatinya. Ini adalah hak seorang Muslim.

Kita harus menjaga agar iman kita tetap tinggi, karena iman bila sangat turun ditakutkan ada kemunafikan di dalamnya.

Ayat tentang orang-orang munafik ditujukan pada orang-orang munafik Madinah dan orang-orang Yahudi.
Ada tiga reaksi orang di Mekah terhadap seruan Nabi:

Pertama – orang yang menerima seruan tersebut dan mereka rela menerima segala konsekuensinya dan mereka tidak ingin kembali kafir.. Mereka akan berhadapan dengan keluarga, teman, kehilangan bisnis, kehilangan keamanan, disiksa, tapi mereka tidak mau keluar dari Islam.

Kedua – apapun yang terjadi, mereka tidak akan menerima Islam. Bahkan mereka menjadikannya sebagai lelucon, mengatakan nabinya sebagai orang gila, meragukan niatnya, mengatakan dia tukang sya’ir. Mereka menjadi musuh Islam.

Ketiga – ada orang berusaha melakukan mediasi antara keduanya, mereka ingin berkompromi.

Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, perdebatan tentang Islam terus berlangsung di Mekah. Ketika kafilah dagang mereka diserang, mereka menyerang Madinah.

Ada kesesuaian antara kisah Musa dan Rasulullah. Kalau Rasulullah ada periode Mekah dan Madinah. Kalau Musa ada kisah sebelum menyeberang laut Merah (dikuasai oleh Fir’aun) dan sesudah menyeberang Laut Merah (mengurus diri sendiri).

Rasulullah dipanggil dengan nama Muhammad 4 kali dan satu kali dengan nama Ahmad. Sementara kisah Musa dikisahkan 70 kali dalam Qur’an. Kisah Musa dengan Bani Israil bersesuaian dengan kisah dakwah Rasulullah. Misi da’wah Rasulullah mirip dengan Musa. Musa berhadapan dengan Fir’aun. Rasulullah berhadap dengan Quraisy. Musa berhadapan dengan Bani Israil. Rasulullah berhadapan dengan munafikun.

Tiga reaksi terhadap da’wah Nabi di Madinah

Pertama – Orang Anshar sebagaimana yang digambarkan oleh Qur’an:

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan ….. (Q.S. Al Hasyr, 59: 9)

Rasulullah tidak meminta secara langsung kepada orang-orang Anshar untuk berperang melawan orang-orang Qur’aisy. Rasulullah ingin agar orang-orang Muhajirin yang berperang bersamanya. Rasulullah mengatakan kepada para sahabatnya bahwa bahaya mengancam dari Mekah. Orang-orang Anshar tahu bahwa mereka diminta pendapatnya. Mereka mengatakan bahwa janganlah Rasulullah menyangka bahwa mereka akan seperti umat Musa yang mengatakan kepadanya, “Pergilah engkau bersama dengan Tuhanmu berperang, kami menunggu saja disini”. Mereka tidak akan demikian, mereka akan berperang bersama Rasulullah. Mereka menjadi sukarelawan.

Kedua – pemimpin munafik melakukan hal yang sebaliknya. Mereka berceramah untuk menentang Rasulullah. Mereka merancang konspirasi dengan orang-orang Mekah, meskipun sedang ada perjanjian di Madinah.

Ketiga – mereka yang menerima Islam, tapi mereka tidak siap untuk berperang. Ketika Rasulullah meminta kaum Muslimin bersiap untuk perang, tapi belum ada perintah (ayat) nya, mereka mempertanyakan mengapa tidak diturunkan surat tentang perintah perang.

Dan orang-orang yang beriman berkata: "Mengapa tiada diturunkan suatu surat?" Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka. (Q.S. Muhammad, 47: 20)

Al Baqarah Ayat 9

Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman,

Yang menyampaikan ini Rasulullah. Bagaimana mereka akan menipu Allah, sedangkan Allah mengetahui apa yang ada di dalam dada. Mengapa ayat tersebut tidak menyebut Rasulullah? Dalam masalah ibadah, kita hanya beribadah kepada Allah. Dalam masalah kepercayaan, kita percaya kepada Allah. Dalam shalat, kita shalat kepada Allah. Dalam meminta, kita meminta kepada Allah. Ini keunikan Allah.

Dalam masalah ketaatan, sebenarnya kita bukan hanya taat kepada Allah tapi juga taat kepada Rasulullah. Jadi mematuhi Rasulullah sama dengan mematuhi Allah. Dalam masalah ketaatan, kita tidak bisa memisahkan Allah dan Rasulullah.

Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah … (Q.S. An-Nisaa, 4: 80)

Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. (Q.S. Al Fath, 48: 10)

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku … (Q.S. Ali Imran, 3: 31)

Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Q.S. Al Baqarah, 2: 98)

Jadi sebenarnya mereka bukan ingin menipu Allah, tapi menipu Rasulullah. Jadi tidak perlu menyebut Rasulullah dalam ayat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Dayak Ngaju - Indonesia

Pengantar singkat Bahasa Dayak Ngaju (4)

Laki-laki adalah "qawwam" bagi perempuan