Oleh: Nouman
Ali Khan
Di
antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (Q.S. Al Baqarah, 2: 8)
Dari urutan ayat 1-8 tampak bahwa kita belajar tentang orang yang beriman,
orang kafir dan munafik.
Sebagian ulama berkomentar bahwa ayat 8 ini berbicara
tentang orang kafir jenis lain yang kekafiran mereka tidak ditunjukkan di dunia
ini tapi akan ditunjukkan di akhirat. Di hari akhir mereka mengira bahwa mereka
adalah orang yang beriman. Mereka akan berjalan bersama orang yang beriman, tapi
nanti akan ada dinding diantara orang beriman dan orang munafik. Mereka
bertanya, bukankah kami dulu bersama dengan kalian?
Oleh sebab itu urutan ini (kafir – munafik) juga Allah gunakan dalam surat
At-Tahrim, 66: 9
Hai
Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap
keraslah terhadap mereka …
Ibnu Asyur – mengapa Allah berbicara tentang munafiqun begitu rinci.
Rupanya orang-orang ini masuk kategori khusus dari orang-orang kafir yang harus
diperjelas sehingga orang berhati-hati dengannya.
„wama hum bi mu’minin“. Dalam bahasa Arab kita bisa mengatakan: lam yu’minu,
la yu’minu, laisu mu’minin, laisu bimu’minin, ma hum mu’minin. Jadi kata „wama
hum bi mu’minin“ adalah bentuk yang paling kuat menggambarkan bahwa mereka
adalah orang-orang yang tidak beriman dilihat dari sudut apapun. Karena ada „ma“
dan „ba“ disana.
Iman berarti dua hal. Iman pada lidah dan iman dalam hati. Apa yang ada
dilidah, bisa di dengar dan bisa dihakimi. Apa yang ada dalam hati tidak dapat
didengar dan tidak dapat dihakimi. Kadang-kadang apa yang diucapkan lidah
berhubung dengan hati, kadang-kadang tidak. Ketika Allah menggunakan kata „iman“
(mu’min) dalam Qur’an, Allah ingin membicarakan tentang apa yang ada di dalam
hati. Ketika Allah membicarakan sesuatu yang ada kaitannya dengan lidah, Allah
biasanya menggunakan kata „Muslim“. Dia mengucapkan syahadat, dia Muslim. Itu
karena dia menggunakan lidahnya. Islam itu adalah sesuatu yang bisa kita
hakimi. Iman tidak dapat dihakimi karena ada dalam hati. Islam itu apakah ada
atau tidak. Iman tidak demikian. Iman bisa naik dan turun. Iman punya kisaran
(range). Iman itu ada 70 tingkatan. Menyingkirkan gangguan di jalan adalah
bagian dari iman. Iman ada dalam jantung (heart) yang senantiasa dipompa.
Ketika Allah
mengatakan “wama hum bi mu’minin”, Allah mengomentari apa yang ada di dalam
hati mereka. Masalah hati dalam Qur’an, lawannya Muslim adalah kafir dan
lawannya Mu’min adalah kafir. Dalam Qur’an adalah orang yang tidak beriman yang
menunjukkan kekufurannya, ini adalah lawan dari Islam. Ada juga Allah
menggambarkan hati tidak kosong dari iman, ini adalah lawan dari iman. Jadi
kata kafir dalam Qur’an harus dilihat apakah ini lawan dari Islam atau lawan
dari iman.
Kalau kita
melihat orang berjalan ke masjid kita berasumsi bahwa dia adalah Mu’min. Jangan
kamu katakan kepada orang yang mengucapkan salam kepadamu, “Engkau tidak
beriman”. Jadi ketika kita melihat ada keislaman pada seseorang, maka kita
langsung berasumsi bahwa dia memiliki iman di dalam hatinya. Ini adalah hak
seorang Muslim.
Kita harus
menjaga agar iman kita tetap tinggi, karena iman bila sangat turun ditakutkan
ada kemunafikan di dalamnya.
Ayat tentang
orang-orang munafik ditujukan pada orang-orang munafik Madinah dan orang-orang
Yahudi.
Ada tiga
reaksi orang di Mekah terhadap seruan Nabi:
Pertama – orang yang menerima seruan tersebut dan mereka rela menerima
segala konsekuensinya dan mereka tidak ingin kembali kafir.. Mereka akan berhadapan
dengan keluarga, teman, kehilangan bisnis, kehilangan keamanan, disiksa, tapi
mereka tidak mau keluar dari Islam.
Kedua – apapun yang terjadi, mereka tidak akan menerima Islam. Bahkan
mereka menjadikannya sebagai lelucon, mengatakan nabinya sebagai orang gila,
meragukan niatnya, mengatakan dia tukang sya’ir. Mereka menjadi musuh Islam.
Ketiga – ada orang berusaha melakukan mediasi antara keduanya, mereka ingin
berkompromi.
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, perdebatan tentang Islam terus
berlangsung di Mekah. Ketika kafilah dagang mereka diserang, mereka menyerang
Madinah.
Ada kesesuaian antara kisah Musa dan Rasulullah. Kalau Rasulullah ada
periode Mekah dan Madinah. Kalau Musa ada kisah sebelum menyeberang laut Merah
(dikuasai oleh Fir’aun) dan sesudah menyeberang Laut Merah (mengurus diri
sendiri).
Rasulullah dipanggil dengan nama Muhammad 4 kali dan satu kali dengan nama
Ahmad. Sementara kisah Musa dikisahkan 70 kali dalam Qur’an. Kisah Musa dengan
Bani Israil bersesuaian dengan kisah dakwah Rasulullah. Misi da’wah Rasulullah
mirip dengan Musa. Musa berhadapan dengan Fir’aun. Rasulullah berhadap dengan
Quraisy. Musa berhadapan dengan Bani Israil. Rasulullah berhadapan dengan
munafikun.
Tiga reaksi terhadap da’wah Nabi di Madinah
Pertama – Orang Anshar sebagaimana yang digambarkan oleh Qur’an:
Dan
orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor)
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang
berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh
keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka
(Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka
sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan ….. (Q.S. Al
Hasyr, 59: 9)
Rasulullah
tidak meminta secara langsung kepada orang-orang Anshar untuk berperang melawan
orang-orang Qur’aisy. Rasulullah ingin agar orang-orang Muhajirin yang
berperang bersamanya. Rasulullah mengatakan kepada para sahabatnya bahwa bahaya
mengancam dari Mekah. Orang-orang Anshar tahu bahwa mereka diminta pendapatnya.
Mereka mengatakan bahwa janganlah Rasulullah menyangka bahwa mereka akan
seperti umat Musa yang mengatakan kepadanya, “Pergilah engkau bersama dengan
Tuhanmu berperang, kami menunggu saja disini”. Mereka tidak akan demikian,
mereka akan berperang bersama Rasulullah. Mereka menjadi sukarelawan.
Kedua
– pemimpin munafik melakukan hal yang sebaliknya. Mereka berceramah untuk
menentang Rasulullah. Mereka merancang konspirasi dengan orang-orang Mekah, meskipun
sedang ada perjanjian di Madinah.
Ketiga – mereka yang menerima Islam, tapi mereka tidak
siap untuk berperang. Ketika Rasulullah meminta kaum Muslimin bersiap untuk
perang, tapi belum ada perintah (ayat) nya, mereka mempertanyakan mengapa tidak
diturunkan surat tentang perintah perang.
Dan
orang-orang yang beriman berkata: "Mengapa tiada diturunkan suatu
surat?" Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan
disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada
penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang
pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka. (Q.S.
Muhammad, 47: 20)
Al
Baqarah Ayat 9
Mereka
hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, …
Yang menyampaikan ini Rasulullah. Bagaimana mereka akan
menipu Allah, sedangkan Allah mengetahui apa yang ada di dalam dada. Mengapa
ayat tersebut tidak menyebut Rasulullah? Dalam masalah ibadah, kita hanya beribadah
kepada Allah. Dalam masalah kepercayaan, kita percaya kepada Allah. Dalam shalat, kita shalat kepada Allah. Dalam meminta, kita meminta
kepada Allah. Ini keunikan Allah.
Dalam masalah ketaatan, sebenarnya kita bukan hanya
taat kepada Allah tapi juga taat kepada Rasulullah. Jadi mematuhi Rasulullah
sama dengan mematuhi Allah. Dalam masalah ketaatan, kita tidak bisa memisahkan
Allah dan Rasulullah.
Barangsiapa
yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah … (Q.S. An-Nisaa, 4: 80)
Bahwasanya
orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia
kepada Allah. (Q.S. Al Fath, 48: 10)
Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku … (Q.S. Ali Imran, 3: 31)
Barang
siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril
dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Q.S. Al Baqarah, 2: 98)
Jadi sebenarnya mereka bukan ingin menipu Allah, tapi
menipu Rasulullah. Jadi tidak perlu menyebut Rasulullah dalam ayat ini.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!