Oleh: Ustadz Amanto
Surya Langka, Lc
Ada sebagian manusia
yang kalau dia berbicara itu menakjubkan dalam kehidupan dunia ini. Bersaksi
kepada Allah untuk menunjukkan apa yang ada di dalam hatinya. Padahal dia
adalah orang yang paling keras permusuhannya. Tatkala dia berpaling di muka
bumi ini, dia berusaha di muka bumi ini untuk berbuat kerusakan dan merusak
generasi dan tanaman. Allah tidak suka kerusakan. Dan tatkala dikatakan
kepadanya “bertakwalah kepada Allah”, justru dia bangga dengan urusannya.
Cukuplah bagi mereka jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.
Tanda-tanda munafik:
·
Bila bicara berbohong
·
Bila berjanji dia menyalahi
·
Bila dipercaya dia khianat
·
Bila konflik, dia curang
Sifat yang sangat
buruk, ketika ada konflik yang bermasalah, dia tidak jujur. Dalam umat Islam ada potensi konflik. Bila
terjadi konflik harus dilakukan dengan penuh kejujuran. Ketika Qur’an
mengatakan
Sesungguhnya setiap orang yang beriman itu bersaudara, perbaikilah
hubungan mereka bila mereka konflik. Bertakwalah kepada Allah agar kita
mendapat rahmat.
Lebih baik kita
menghindarkan konflik. Kalau pun terjadi, maka kita harus memperbaikinya.
Bab Anjuran Untuk
Berakhlak Mulia
Rasulullah SAW
bersabda, wajib bagi kalian untuk berbuat benar dan jujur. Karena kejujuran itu
menuntun ke arah kebaikan. Dan kebaikan itu menuntun ke arah surga. Jika
seorang selalu berbuat jujur dan selalu menjaga kejujurannya, dia ditulis
sebagai orang yang jujur. Jauhilah perbuatan dusta, karena dusta menuntun pada
kejahatan. Kejahatan menuntun pada neraka. Jika dia selalu berdusta dan
menuntun pada dusta, maka dia ditulis sebagai orang yang pendusta.
Antara jujur dan
dusta. Efeknya kebaikan dan penyimpangan. Hasilnya surga dan neraka. Orang tersebut disisi Allah, ada yang disebut
sebagai shiddiqan dan kazzab.
Dalam kitab Riyadhus
Shalihin, di bab pertama dijelaskan masalah ikhlas, taubat, sabar dan jujur.
Inilah sifat-sifat utama yang harus ada dalam diri seorang Muslim. Karena
akhlak yang lain, berupa kebaikan, adalah cabang dari sifat jujur. Ketika kita
ketemu yang paling pokok dalam diri kita, maka ini akan menjadi jaminan bagi
kita untuk memiliki perilaku yang baik yaitu memiliki kejujuran. Di akhirat,
orang ini akan mendapatkan surga dan disaat yang sama, ditulis di sisi Allah –
shiddiq. Pengakuan kejujuran akan diberikan Allah. Tatkala kita menemukan
orang-orang yang jujur maka kita harus mendampingi atau menyertai mereka.
Apapun yang kita
lakukan di dunia ini, efeknya akan berpengaruh kepada akhirat kita. Sehingga
ada orang yang ditulis sebagai orang yang jujur. Sebaliknya orang yang
pendusta, bukan Cuma sekedar dusta, tetapi dia selalu berusaha untuk berdusta.
Orang yang demikian disisi Allah sebagai Kazzaab – profesinya memang berbohong.
Hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutup kesalahan.
Rasulullah pernah
menjelaskan bahwa bohong itu ada pengecualiannya yaitu:
·
Kalau orang sedang berperang – perang itu tipu
daya. Tidak mungkin dalam perang kita jujur.
·
Kebohongan yang terjadi dalam rumah tangga, dalam
masalah yang kecil dan sepele antara suami dan istri. Misalnya dapat hadiah
dari istri, tidak senang tapi memuji. Ini tidak untuk dibiasakan, yang dalamnya
ada kebaikan. Kalau masakan istri tidak enak, kemudian memuji, dengan tujuan
melanggengkan hubungan suami istri. Istri punya masa lalu yang kelam, kalau
sudah nikah tidak perlu mengungkapkan aib masa lalu.
·
Mendamaikan. Sumpah palsu dilarang. Islam
membolehkan sumpah palsu dalam rangka mendamaikan konflik diantara umat Islam.
Tangga menuju persahaban itu adalah kalau bertemu bersalaman. Setelah itu
berkenalan. Kemudian dia mengundang, kita datang. Kalau dia bersin, kita
do’akan. Kita sering bersamanya, kita makin mengenalnya. Ketika dia punya
masalah, kita nasehati. Ketika sakit, kita kunjungi. Ketika meninggal, kita
antarkan ke kuburan. Jangan sampai putus hubungan tersebut. Persaudaraan itu
adalah hakekat iman (49:10). Karena sahabatlah kita masuk surga. Hadits: ada
dua orang laki-laki yang saling mencintai kepada Allah, ditakdirkan mereka
berpisah. Mereka akan mendapat naungan pada hari kiamat yang tidak ada naungan
selain naungan Allah. Punya sahabat karib, membuat peluang meraih surga lebih
mudah. Persaudaraan Muhajirin dan
Anshar itu seperti apa? Saking akrabnya antara Muhajirin dan Anshar, mereka
hampir saling mewarisi. Abdurrahman
bin ‘Auf ditawarkan berbagi harta, berbagi rumah dan berbagi istri. Qur’an
menceritakan kisah itu :
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah
beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor)
'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor)
tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan
kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin),
atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung
(Q.S. Al Hasyr, 59: 9)
Tidak masuk surga orang yang memotong
silaturahim. Memotong ukhuwah Islamiyah – saya tidak mengatakan menggunting
rambut, tapi menggunting agama. Siapakah orang yang menggunting agama, yaitu
orang yang senantiasa menimbulkan konflik dikalangan umat Islam. Sampai-sampai
dalam rangka perbaikan, boleh berbohong.
Pernah terjadi diantara para sahabat. Persahabatan
antara Abu Darda‘ dan Salman Al Farisi. Perang khandaq – kelompok 1, yaitu
orang Quraisy, kelompok 2, sekitar Mekah, kelompok 3 - …. Sampai Salman disebut
sebagai „dari Ahlul Bait“. Ketika Salman mau menikah, minta tolong sama Abu
Darda‘. Salman menunjukkan sebuah keluarga yang ingin dilamarnya. Abu Darda‘
berkomunikasi, menyampaikan keinginan untuk melamar salah satu wanita di
keluarga tersebut. Bapaknya akan minta persetujuan sang anak. Kata anak gadis
ini: seandainya sang pengantar punya hajat yang sama, maka saya lebih memilih
Abu Darda‘ daripada Salman. Apa yang dilakukan oleh Salman. Dia memeluk
saudaranya. Semua harta yang sudah disediakan oleh Salman, diberikan kepada Abu
Darda‘.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!