Oleh: Amanto Surya Langka, Lc
Dua nikmat yang sering diabaikan oleh manusia:
sehat dan waktu senggang (Hadits)
Agar tetap diberi pahala
ketika tidak sehat dan tidak diberi kesempatan, maka lakukanlah dua hal:
1.
Niatkan setiap aktivitas ikhlas kepada Allah
2.
Istiqamah dalam melaksanakan amal
Istiqamah dalam amal
saleh juga mendapatkan pahala. Bila hambaku sakit atau bepergian maka dia akan
ditulis pahala sebagaimana dia sehat dan bermukim.
Dari Mu’awiyah r.a., Rasulullah
SAW bersabda: barangsiapa yang dikehendaki Allah dengan kebaikan, akan diberi
pemahaman agama (Muttafaqun ‚alaih)
Dan dari Abu Darda ra,
Rasulullah SAW bersabda: tidak ada amalan dalam timbangan Allah melainkan
akhlak yang mulia (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi)
Dari Umar r.a.,
Rasulullah SAW bersabda: Malu itu adalah bagian dari keimanan (Muttafaqun
‚alaih)
Dari Ibnu Mas’ud r.a,
Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya diantara yang didatangkan dari kalam
kenabian: jika kamu tidak malu maka lakukanlah sekehendakmu (H.R. Bukhari)
Tema keempat hadits
berbeda-beda. Hadits pertama tentang pentingnya belajar agama. Belajar adalah
bagian dari pemahaman terhadap agama. Agama ini bisa dipahami syaratnya adalah
paham dan mengerti agama ini. Hadits ini menjelaskan bahwa keinginan Allah
kepada seseorang yang termasuk kebaikan adalah tatkala orang itu mau tafaqquh
fiddin. Kalau Allah tidak ingin orang itu berperilaku baik, maka dia tidak
paham agama.
Orang yang tidak mengerti agama, maka
pasti akan banyak masalahnya. Oleh karena itu, kita harus berusaha menjemput
iradah yang baik itu yaitu dengan jalan tafaqquh fiddin.
Tafaqquh fiddin juga
dibicarakan Allah dikaitkan dengan perang 9: 122
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu
pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Hadits ini menjelaskan bahwa urgensi
menuntut ilmu agama adalah iradah Allah yang baik yang diberikan kepada
manusia. Orang-orang yang belajar ilmu disebut penuntut ilmu (thalib). Ilmu
tidak pernah mendatangi kamu. Kamu yang harus mencari ilmu.
Rihlah lithalibil
‚ilm. Melacak satu hadits kadang perlu waktu berbulan-bulan. Padahal waktu itu
tidak mudah perjalanannya.
Hadits kedua
menunjukkan bahwa surga itu mudah diperoleh oleh orang-orang yang menuntut ilmu
dan susah diperoleh oleh orang-orang yang jahil (bodoh).
Hadits ketiga
membedakan antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Dalam
surat Al-Maidah, ayat-ayat pertama dikisahkan tentang anjing yang dilatih untuk
berburu. Anjing pemburu sudah dikasih ilmu. Derajatnya diangkat. Meskipun dia
menggigit rusa, dagingnya tetap halal. Padahal kalau anjing biasa menjilat
sesuatu maka harus dibersihkan dengan pasir dan air.
Allah mengangkat
derajat yang berilmu :
… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat… (Q.S. Al Mujadilah, 58: 11)
Hadits: Menuntut
ilmu diwajikan atas setiap Muslim.
Hadits Abu Darda‘
maksudnya adalah kalau kita berusaha untuk menuntut ilmu, agar otak jadi
cerdas, harus dibarengi dengan akhlak yang baik. Orang pintar saja tanpa
didukung dengan moralitas yang baik akan menjadi persoalan.
Dinegeri ini banyak
orang pintar. Setiap tahun, ribuan sarjana diluluskan. Kita tidak kekurangan
orang yang intelek. Tapi mengapa korupsi banyak terjadi dikalangan orang-orang
yang punya ilmu, jabatan, dst. Berarti ilmu harus dibingkai dengan akhlak dan
moral. Kita tidak boleh menuntut ilmu untuk bisa mendebat orang lain. Menuntut
ilmu harus ikhlas.
Amal diterima
dengan dua hal: amal harus sesuai dengan contoh sehingga kita berusaha untuk
mencari dalil. Kita harus belajar, mana ustadznya. Tapi apakah cukup hanya
dengan belajar dengan ustadz, amal akan diterima? Harus disertai dengan
keikhlasan.
Mestinya ilmu
membuat orang hatinya bersih. Bab ini dibuat agar keilmuan harus disertai dengan akhlak
yang baik.
Hadits dari Ibnu
Umar menjelaskan bahwa akhlak yang nilainya sangat tinggi adalah malu. Malu
adalah sebagian dari iman. Bahkan ketika menjelaskan profil Rasulullah, beliau
lebih pemalu dibandingkan dengan seorang perawan.
Manusia mu’min
yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Ilmu yang kita
miliki harus tercermin dalam perilaku kita. Diantara akhlak itu adalah malu.
Ini adalah masalah kenabian sejak dahulu.
Hadits: Jika
kamu tidak malu maka lakukanlah semaumu. Ada dua pemahaman terhadap hadits ini:
1. Perintah ini
bukan perintah sesungguhnya. Seorang Bapak punya anak perempuan yang punya
banyak pacar. Karena anaknya sudah tidak bisa dinasehati, dia mengatakan: kalau
engkau tidak punya rasa malu, lakukan semaumu (mengancam).
2. Pemahaman dari
teks ini apa adanya. Contoh ada orang bertamu, makanan banyak. Makanan itu ada
yang dekat dan jauh. Anjurannya adalah ambil yang paling dekat. Dia ambil sana dan sini. Ini
terjadi karena dia tidak punya rasa malu.
Ini dimasukkan
dalam bab pemahaman agama agar kita punya rasa malu kepada Allah SWT yang telah
memberi segalanya kepada kita.
Profesi dokter
juga perlu dijaga dengan rasa malu.
Karena dokter tidak punya rasa malu, seluruh pakaian minta dibuka, padahal Cuma
perlu buka pantat untuk disuntik.
Menuntut ilmu,
posisi kita ditinggikan. Surga akan diberikan kepada orang-orang yang menuntut
ilmu. Dalam menuntut ilmu hendaknya dibarengi dengan akhlak mulia. Ini adalah
ciri kesempurnaan iman seorang mu’min. Kita harus punya rasa malu, karena kita
diawasi oleh Allah SWT.
Disampaikan di Masjid Al-Ihsan 24 Maret 2017
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!