Agenda tahun baru sebagai titik awal kegiatan tahun
mendatang. Indonesia menggunakan kalender ini. Karena kita masih menggunakan kalender masehi, muhasabah
menjadi satu tema penting yang kita sampaikan. Seringkali kita menterjemahkan
muhasabah dengan introspeksi dan koreksi terhadap apa yang sudah dilakukan pada
tahun tersebut.
Ibnu Qayim Al Jauzi membagi muhasabah itu menjadi 2:
·
Muhasabah sebelum amal
·
Muhasabah setelah amal
Dalil muhasabah adalah
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Hasyr, 59: 18)
Muhasabah sebelum beramal justru lebih penting daripada
muhasabah setelah amal. Muhasabah sebelum beramal adalah prediksi dan
antisipasi. Ada empat langkah yang harus dilakukan:
1.
Tanya pada diri kita apakah
sanggup kita melakukan perbuatan itu. Kalau kita tidak sanggup sejak awal tidak
perlu dilakukan.
2.
Apakah perbuatan itu bagus
kita kerjakan atau kita tinggal. Ada pekerjaan yang mampu dikerjakan, tapi pada
momentum yang tidak tepat. Misalnya mengingatkan orang tua, kalau momentumnya
tidak pas, sebaiknya ditinggalkan. Sama halnya dengan share tulisan di media
social. Tatkala jawabannya bagus untuk kita kerjakan maka pertanyaan berikutnya
adalah:
3.
Apakah kita melakukannya
ikhlas atau tidak. Jangan-jangan ambisi pribadi, jangan-jangan dorongannya
dendam. Ini berpulang pada kejernihan hati orang. Kalau sejak awal kita merasa
tidak ikhlas, lebih baik tidak dikerjakan, meskipun sanggup dan baik. Ini
paling berat karena kita bicara dengan diri sendiri. Muhasabah adalah saling
membuat perhitungan. Dialognya ada dalam diri sendiri. Tatkala hasil muhasabah
ikhlas maka lanjutkan ke yang ke-4
4.
Perlu amal jama’I atau
tidak untuk mengerjakan amalan itu? Perlu ta’awun atau tidak. Apa perlu kita
kerjakan sendiri. Beliau mencontohkan hijrah Rasul yang tidak lepas dari
bantuan banyak pihak. Jelas hijrah itu sanggup dilakukan, baik dikerjakan,
jelas ikhlas dikerjakan. Kalau beliau berangkat sendiri, mungkin tidak akan
sukses. Beliau keluar rumah sudah dihadang. Ali mau tidur di pembaringan.
Disertai oleh Abu Bakar Ash-Shidiq. Dibantu oleh Asma’ binti Abu Bakar yang
mengantar makanan ke gua Tsur. Ada bantuan Abdullah bin Abu Bakar yang
menghilangkan jejak. Ada orang musyrik (Abdullah bin Uraiqith) yang membantu
menunjukkan jalan. Perjalanan sukses karena banyak yang membantu. Bila kita
perlu “team work” untuk kerja dakwah, kerja politik. Bila jawaban semuanya ‘ya”
maka sukses itu tidak akan luput.
Kita memerlukan muhasabah seperti ini. Adapun muhasabah
setelah beramal ada tiga hal:
1.
Sebuah aktivitas yang sudah
dikerjakan, sebaiknya ditinggalkan. Mengapa membeli, mengapa melangkah kesana?
Kalau perlu mengamputasi kalau buruk. Kalau sudah nasi jadi bubur, kita taubat
dan tidak mengulangi lagi. Kenapa saya share, sehingga banyak yang rebut.
2.
Muhasabah terhadap
perkara-perkara mubah yang kurang landasan keikhlasan lillahi ta’ala.
Seringkali timbulnya niat pada masalah ritual, sehingga kita mengabaikan
masalah mubah yang perlu juga diniatkan lillahi ta’ala. Makan, minum, tidur,
istirahat, lari pagi, jalan kaki, perlu diniatkan kepada Allah agar membiasakan
jiwa untuk tidak syirik (tidak mendua). Kalau dalam masalah mubah sudah ikhlas,
apalagi masalah ibadah. Masak dan pekerjaan rumah bila dikerjakan karena Allah,
memudahkan kita dalam amal-amal lainnya.
3.
Yang masih kurang maksimal,
yang belum saya kerjakan secara layak. Misalnya masalah shalat, apakah
dikerjakan secara layak. Shalat berjama’ah, khusyu’ dan tidaknya. Perkara
ketaatan yang jelas-jelas perintahnya yang perlu kita perbaiki disana sini.
Masalah shalat saja pada sebagian orang perlu langkah, misalnya ada orang
shalat hanya di rumah saja. Ada yang baru tahu bahwa jama’ah lebih baik. Tapi
baru jama’ah di rumah. Kemudian jama’ah di rumah. Safnya dari di belakang ke
depan. Dari belum khusyu’ ke khusyu’. Istiqomah itu yang berat. Wastaqim kama
umirta. Rasulullah mengatakan bahwa ketika turun ayat ini, rambutku beruban. Perintah
ini berat sekali. Kita ini banyak melakukan sesuatu belum sesuai perintah.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!