Sosialisasi Peningkatan Kepatuhan Terhadap Pemenuhan Standar Pelayanan Publik di Lingkungan Kabupaten Kapuas

Gambar
  Kegiatan Sosialisasi Peningkatan Kepatuhan Terhadap Pemenuhan Standar Pelayanan Publik di Lingkungan Kabupaten Kapuas dilaksanakan pada hari Selasa, 30 April 2024 di aula Badan Perencanaan, Penelitian dan Pembangunan Daerah Kabupaten Kapuas.  Dalam sambutan dari Asisten III, Bapak Ahmad M. Saribi, beliau mengharapkan adanya arahan dari Sekretaris Daerah terkait masalah pembangunan Zona Integritas di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas. Bapak Sekretaris Daerah Kabupaten Kapuas, Drs, Septedy, menyampaikan bahwa hasil dari Ombudsman untuk tahun 2023 adalah 82,72. Tapi penilaian KPK, kita berada pada 68,99 padahal target nasional adalah di atas 70. Kita tidak boleh puas dengan kepatuhan di Ombudsman, kita harus meningkatkan satuan pengawasan internal. Beliau bertanya, kalau darah lain bisa, mengapa kita tidak bisa. Mengapa? Masalahnya dimana? Pekerjaan ini adalah pekerjaan kita semua,

Muhasabah diakhir tahun 2017 - Ustadz Amanto Surya Langka, Lc

Agenda tahun baru sebagai titik awal kegiatan tahun mendatang. Indonesia menggunakan kalender ini. Karena kita masih menggunakan kalender masehi, muhasabah menjadi satu tema penting yang kita sampaikan. Seringkali kita menterjemahkan muhasabah dengan introspeksi dan koreksi terhadap apa yang sudah dilakukan pada tahun tersebut.

Ibnu Qayim Al Jauzi membagi muhasabah itu menjadi 2:
·         Muhasabah sebelum amal
·         Muhasabah setelah amal

Dalil muhasabah adalah 

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Hasyr, 59: 18)

Muhasabah sebelum beramal justru lebih penting daripada muhasabah setelah amal. Muhasabah sebelum beramal adalah prediksi dan antisipasi. Ada empat langkah yang harus dilakukan:

1.       Tanya pada diri kita apakah sanggup kita melakukan perbuatan itu. Kalau kita tidak sanggup sejak awal tidak perlu dilakukan.

2.       Apakah perbuatan itu bagus kita kerjakan atau kita tinggal. Ada pekerjaan yang mampu dikerjakan, tapi pada momentum yang tidak tepat. Misalnya mengingatkan orang tua, kalau momentumnya tidak pas, sebaiknya ditinggalkan. Sama halnya dengan share tulisan di media social. Tatkala jawabannya bagus untuk kita kerjakan maka pertanyaan berikutnya adalah:

3.       Apakah kita melakukannya ikhlas atau tidak. Jangan-jangan ambisi pribadi, jangan-jangan dorongannya dendam. Ini berpulang pada kejernihan hati orang. Kalau sejak awal kita merasa tidak ikhlas, lebih baik tidak dikerjakan, meskipun sanggup dan baik. Ini paling berat karena kita bicara dengan diri sendiri. Muhasabah adalah saling membuat perhitungan. Dialognya ada dalam diri sendiri. Tatkala hasil muhasabah ikhlas maka lanjutkan ke yang ke-4

4.       Perlu amal jama’I atau tidak untuk mengerjakan amalan itu? Perlu ta’awun atau tidak. Apa perlu kita kerjakan sendiri. Beliau mencontohkan hijrah Rasul yang tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Jelas hijrah itu sanggup dilakukan, baik dikerjakan, jelas ikhlas dikerjakan. Kalau beliau berangkat sendiri, mungkin tidak akan sukses. Beliau keluar rumah sudah dihadang. Ali mau tidur di pembaringan. Disertai oleh Abu Bakar Ash-Shidiq. Dibantu oleh Asma’ binti Abu Bakar yang mengantar makanan ke gua Tsur. Ada bantuan Abdullah bin Abu Bakar yang menghilangkan jejak. Ada orang musyrik (Abdullah bin Uraiqith) yang membantu menunjukkan jalan. Perjalanan sukses karena banyak yang membantu. Bila kita perlu “team work” untuk kerja dakwah, kerja politik. Bila jawaban semuanya ‘ya” maka sukses itu tidak akan luput.

Kita memerlukan muhasabah seperti ini. Adapun muhasabah setelah beramal ada tiga hal:

1.       Sebuah aktivitas yang sudah dikerjakan, sebaiknya ditinggalkan. Mengapa membeli, mengapa melangkah kesana? Kalau perlu mengamputasi kalau buruk. Kalau sudah nasi jadi bubur, kita taubat dan tidak mengulangi lagi. Kenapa saya share, sehingga banyak yang rebut.

2.       Muhasabah terhadap perkara-perkara mubah yang kurang landasan keikhlasan lillahi ta’ala. Seringkali timbulnya niat pada masalah ritual, sehingga kita mengabaikan masalah mubah yang perlu juga diniatkan lillahi ta’ala. Makan, minum, tidur, istirahat, lari pagi, jalan kaki, perlu diniatkan kepada Allah agar membiasakan jiwa untuk tidak syirik (tidak mendua). Kalau dalam masalah mubah sudah ikhlas, apalagi masalah ibadah. Masak dan pekerjaan rumah bila dikerjakan karena Allah, memudahkan kita dalam amal-amal lainnya.


3.       Yang masih kurang maksimal, yang belum saya kerjakan secara layak. Misalnya masalah shalat, apakah dikerjakan secara layak. Shalat berjama’ah, khusyu’ dan tidaknya. Perkara ketaatan yang jelas-jelas perintahnya yang perlu kita perbaiki disana sini. Masalah shalat saja pada sebagian orang perlu langkah, misalnya ada orang shalat hanya di rumah saja. Ada yang baru tahu bahwa jama’ah lebih baik. Tapi baru jama’ah di rumah. Kemudian jama’ah di rumah. Safnya dari di belakang ke depan. Dari belum khusyu’ ke khusyu’. Istiqomah itu yang berat. Wastaqim kama umirta. Rasulullah mengatakan bahwa ketika turun ayat ini, rambutku beruban. Perintah ini berat sekali. Kita ini banyak melakukan sesuatu belum sesuai perintah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Dayak Ngaju - Indonesia

Pengantar singkat Bahasa Dayak Ngaju (4)

Laki-laki adalah "qawwam" bagi perempuan