Nama Nabi Musa paling sering disebut dalam Qur'an. Taurat yang diturunkan kepada beliau, digunakan oleh banyak Nabi sesudahnya. Meskipun beliau merupakan guru senior, beliau disuruh belajar pada seorang yang disebut seorang hamba dari hamba-hamba kami ('abdan min 'ibadina). Allah tidak menyebut nama guru beliau dalam Qur'an dan hadits menyebut nama beliau "Khidr".
Gelar yang Allah berikan untuk guru Musa adalah "abdan" (hamba, budak). Sementara kita sebagai manusia biasa sering merasa bangga dengan gelar yang kita miliki. Bagi kita, gelar memberikan kita status dalam masyarakat. Budak kepada manusia adalah kehinaan, budak kepada Allah adalah kebebasan. Budak adalah posisi yang paling rendah dalam pandangan manusia.
Semakin tinggi ilmu seseorang maka seharusnya kita makin rendah hati. Nouman Ali Khan bercerita tentang pengalamannya mengikuti pertemuan tentang Qur'an di Amman, Yordania. Dalam pertemuan tersebut mereka tidak boleh bawa HP, mereka hanya boleh memperkenalkan nama dan asal, bicara pun harus dengan bahasa orang biasa. Dari 400-an orang yang menghadiri pertemuan itu, ada para ulama, para milioner. Ini benar-benar mengajarkan "'abdan min 'ibadina".
Seorang ulama mengatakan bahwa seorang yang berilmu seperti ranting yang memiliki buah, maka akan merendah. (Dalam bahasa Indonesia : seperti padi, semakin berisi, semakin rendah).
Pengetahuan itu ada dua:
- Ayat-ayat Allah
- Realitas
Rahmat yang disebutkan dalam ayat diatas menunjukkan bahwa ada ilmu yang bila kamu mengetahuinya, maka anda akan merasa tenang.
Ketika Musa minta belajar kepada Khidr, beliau mengatakan bahwa Musa tidak akan sabar. Bayangkan, Musa yang pernah berhadapan dengan Fir'aun, pernah mengajak kaumnya menyeberangi Laut Merah, berhadapan dengan Bani Israil yang keras kepala, beliau disebut tidak akan sabar. Musa menjawab bahwa beliau berharap bahwa beliau akan sabar.
Realitas ada dua:
- Realitas yang dapat dilihat
- Realitas yang tidak dapat dilihat
- Malaikat yang memenuhi langit saat Lailatul Qadr
Ketika seorang hakim menghukumi seseorang, ketika ditanya alasannya, bila hakim hanya menjawab bahwa ada alasannya, tanpa menyebutkannya, maka tentu orang tersebut akan marah.
Ilmu realitas ini tidak diajarkan kepada Nabi-Nya (Musa).
Itulah sebabnya ketika Musa melihat apa yang dilakukan oleh Khidr, beliau tidak bisa menahan dirinya, persis ketika:
- melihat Bani Israil dipukuli
- melihat para wanita menunggu untuk meminumkan kambingnya
Jadi karena kita tidak tahu apa yang sebenarnya dibalik apa yang terjadi, maka kita harus percaya kepada Allah. Kita tidak akan mempertanyakan keputusan Allah. Jangankan manusia, malaikat pun bertanya kepada Allah ketika penciptaan Adam, namun setelah itu mereka menerima apa yang Allah ciptakan.
Ketika kaum Muslimin kalah di Uhud, mereka mempertanyakan hal tersebut, Allah mengatakan bahwa Dia mempergilirkan kemenangan itu diantara hamba-Nya.
Allah memberi ujian kepada kita untuk membedakan antara yang baik dengan yang buruk.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!