Family Planning dan Tantangan Kesuburan: Saatnya Merancang Transisi Demografi

Gambar
Di banyak negara berkembang, program Family Planning telah menjadi tulang punggung pembangunan kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Namun, pertanyaan strategis mulai muncul: apakah kita sedang menuju krisis kesuburan seperti yang dialami negara maju? Dan jika ya, mengapa belum mulai memikirkan kebijakan pro-natalis sejak sekarang? 🔍 Family Planning: Fondasi Pembangunan, Bukan Tujuan Akhir Program Family Planning bertujuan mengendalikan kelahiran yang tidak diinginkan, menurunkan angka kematian ibu dan bayi, serta meningkatkan partisipasi perempuan dalam pendidikan dan ekonomi. Di negara berkembang seperti Indonesia, manfaat jangka pendek dan menengahnya sangat nyata: keluarga lebih sejahtera, anak-anak lebih sehat, dan negara menikmati bonus demografi. Namun, Family Planning bukanlah kebijakan yang berdiri sendiri. Ia harus dilihat sebagai fase awal dalam siklus kebijakan demografi yang lebih luas. 📉 Negara Maju: Bukti Nyata Sulitnya Membalik Penurunan Kesuburan Negara-negara sepe...

Chatbot dan Google



Ketika kecerdasan artifisial (Artificial Intellegence) kembali muncul setelah bertahun-tahun tidak tampil, layanan "chatbot" tersedia di berbagai situs web. Sejak dulu saya selalu memanfaatkan chatbot tersebut untuk mencari tahu informasi yang saya inginkan. Sayang sekali, saat pertama kali mengajukan pertanyaan, chatbot tersebut sudah kebingungan untuk menjawab pertanyaan yang saya ajukan. Semakin banyak pertanyaan yang diajukan, makin bingung dia untuk menjawabnya.

Saat saya menggunakan Vira (http://vaxchat.org/), dia tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana saya: When Pfizer will be available in Indonesia. Saat itu saya langsung teringat dengan Google. Kalau kita mengetik sesuatu di Google, maka paling tidak ada hasil yang bisa dia berikan, beda sekali dengan chatbot. Jadi kalau dibandingkan dengan chatbot, maka Google adalah chatbot raksasa.

Dalam kenyataannya dari beberapa situs yang saya kunjungi, chatbot jarang berumur panjang. Ini menunjukkan bahwa manusia itu sangat beragam sekali isi otaknya, sehingga sebuah chatbot yang sangat sederhana belum mampu untuk menjawab pertanyaannya. Itulah sebabnya saya pernah bertanya kepada pembuat chatbot, apakah chatbot ini bisa diajar, sehingga makin lama makin pintar seperti Asisten Google. Mereka jawab bisa.

Meskipun demikian, kita tidak perlu merasa putus asa dengan chatbot, karena dengan berkembangnya NLP, maka makin lama chatbot ini akan makin pintar, jadi kelak dia akan bisa menyamai Google Asisten. Tidak ada satu produk yang langsung sempurna.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Dayak Ngaju - Indonesia

Pengantar singkat Bahasa Dayak Ngaju (4)

Kode Pos di Kabupaten Kapuas