Hal-hal yang dapat merusak investasi - Nouman Ali Khan

Gambar
  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ  ۖ  فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا  ۖ  لَّا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوا  ۗ  وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ  ‎   Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Q.S. Al-Baqarah, 2: 264) Kalau Anda memberi dan mengharapkan sesuatu dari pember

Kajian Historis Kabupaten Kapuas

SUKU DAYAK NGAJU DAN PEMUKIMAN LEWU JUKING
Kuala Kapuas dibangun jauh sebelum adanya ibukota Kalimantan Tengah, Palangka Raya. Kabupaten Kapuas adalah satu dari otonom eks Daerah Dayak Besar dan Swapraja Kotawaringin yang termasuk dalam wilayah Keresidenan Kalimantan Selatan. Suku Dayak Ngaju merupakan penduduk asli Kabupaten Kapuas. Suku ini terdiri dari dua sub suku: Suku Olah Kapuas-Kahayan dan Olah Oldaman, bermukim di sebelah kanan kiri sungai Kapuas dan sungai Kahayan. Olah Kapuas-Kahayan bermukim di samping kanan kiri sungai Kapuas dan sungai Kahayan antara hilir sampai tengah sungai, sedangkan Olah Otdaman bagian hulu dari kedua sungai tersebut.


Menurut penuturan pusaka “Tetek Tatum”, nenek moyang suku Dayak Ngaju pada mulanya bermukim di sekitar pegunungan Schwaner di Sentral Kalimantan (Alang, 1981). Barulah pada perkembangan berikutnya suku Dayak Ngaju bermukim dan menyebar di sepanjang tepi sungai Kapuas dan sungai Kahayan.

Penyebaran pemukiman di sepanjang kiri kanan sungai Kapuas dan sungai Kahayan tidak dapat diketahui dengan pasti kapan mulainya, karena tidak ada peninggalan baik berupa tulisan maupun barang jadi (artfakta) yang dapat dijadikan dasar. Barulah pada sekitar akbat XIV dalam naskah Nagarakertagama yang ditulis oleh pujangga Prapanca dari Majapahit pada tahun 1365 M, menyebutkan adanya pemukiman ini. Kemudian dalam naskah Hikayat Banjar, berita Tionghoa pada masa Dinasti Ming (1368-1644 M) dan piagam-piagam perjanjian antara Sultan Banjarmasin dengan Pemerintah Belanda abad XIX memuat berita adanya pemukiman di sepanjang sungai Kapuas dan sungai Kahayan yang disebut pemukiman Lewu Juking.

Lewu Juking merupakan sebuah pemukiman berumah panjang yang terletak di dekat muara sungai Kapuas murung (bagian barat delta Pulau Petak yang bermuara ke Laut Jawa) sekitar 10 kilometer dari arah pesisir Laut Jawa. Pemukiman ini cukup banyak, bersama dengan pemukiman sekitar seperti pemukiman Badapaung dan pemukiman lain sampai muara terusan, berpenduduk sekitar 1.000 kepala keluarga. Pemukiman Lewu Juking dan pemukiman disekitarnya dipimpin oleh seorang kepala suku bernama Raden Labih.

Penduduk Lewu Juking dan penduduk sekitarnya sering diserang oleh rombongan bajak laut, walaupun beberapa kali rombongan bajak laut dapat dipukul mundur oleh penduduk Lewu Juking dan sekitarnya, tetapi penduduk merasa kuarng aman tinggal di daerah tersebut, sehingga pada tahun 1800 banyak penduduk pindah tempat tinggal mencari tempat yang jauh dari gangguan para bajak laut.

Akibat perpindahan penduduk Lewu Juking dan sekitarnya, maka sepanjang arah sungai Kapuas dan sungai Kapuas Murung bermunculan pemukiman-pemukiman baru, seperti di tepi sungai Kapuas Murung muncul pemukiman Bakungin yang dipimpin oleh Malik Raksapati, di seberang Sungai Tatas muncul pemukiman Palingkai dipimpin oleh Dambung Tuan, pemukiman Sungai Handiwung dipimpin oleh Dambung Duyu, pemukiman Sungai Apui (seberang Palingkai) dipimpin oleh Raden Labih yang kemudian digantikan oleh anaknya Tamanggung Ambu. Sedang di tepi Sungai Kapuas terdapat pemukiman baru seperti Sungai Basarang, Pulau Telo, Sungai Bapalas dan Sungai Kanamit yang nama-nama pemimpinnya baru diketahui ketika terjadi perlawanan bersenjata terhadap Belanda di sekitar Kuala Kapuas (1859-1860). Sungai Basarang dipimpin oleh Panglima Tako, Sungai Bapalas dipimpin oleh Panglima Unyek, dan Sungai Kanamit dipimpin oleh Petinggi Sutil.

Pemukiman Betang di Sungai Pasah, merupakan satu-satunya bukti sejarah di kota Kuala Kapuas yang masih ada. Dalam perkembangan selanjutnya tahun 1806 dijadikan sebagai tonggak berdirinya Kota Kuala Kapuas.

‘TUMBANG KAPUAS’ ZAMAN KOLONIAL BELANDA

Pada bulan Oktober 1835, 29 tahun setelah pemukiman Betang dibangun, Belanda datang menginjakkan kaki untuk yang pertama kali di bumi Kapuas. Menurut catatan sejarah, Zacharias Hartman, seorang pegawai Binnenlandsch Bestuur (Pangrehpraja), adalah orang Belanda yang pertama kali datang di bumi Kapuas. Ia mulai melakukan perjalanan kerja dengan menggunakan perahu dayung menjelajah sungai Kapuas Murung dan sungai Kapuas sampai ke Jangkang. Sejak dari sungai Apui ia ditemani oleh penunjuk jalan.

Dalam perkembangan sejarah berikutnya, hubungan Kapuas dengan Belanda identik dengan hubungan peperangan. Betapa tidak, sejak orang Belanda menginjakkan kakinya di bumi Kapuas telah terjadi beberapa kali peperangan. Sebut saja antara lain Perang Banjarmasin (1859-1863). Pada pertempuran ini, stasion-stasion Zending di kawasan Kapuas-Kahayan ditutup oleh Belanda dan Palingkai dianggap oleh pihak Belanda sebagai sarang pemberontak.

Pada tanggal 16 Juni 1859, pasukan Belanda dibawah pimpinan Kapten Mariner Van Hasselt dengan menggunakan 2 buah kapal perang menyerang Palingkai dan membumihanguskan segala bangunan yang ada di sana. Perang Banjarmasin berakhir pada awal Maret 1863. Akibat dari peperangan ini Kerajaan Banjar dihapus selanjutnya digabungkan ke dalam Gubernemen Hindia Belanda.

Kemudian, perang berlanjut dengan perang Barito (1865-1905). Perlawanan bersenjata di sekitar Kuala Kapuas (1859-1860), Perang Tewah (1885-1886) yang meletus di kawasan Kahayan Hulu, dalam perang ini pihak Belanda menempatkan pos militernya di Kuala Kurun dengan pos bantunya di Tuyun (Kahayan Tengah) dan di Muara Kawatan (Kapuas Tengah) serta di Kuala Kapuas ditempatkan kembali pos militer.

Dalam rangka mengawasi lalu lintas di perairan di kawasan Kapuas, pada bulan Februari 1860 pihak Belanda membangun benteng (fort) di Ujung Murung (sekitar rumah jabatan Bupati saat ini), tempat tersebut dinamakan Kuala Kapuas. Nama Kuala Kapuas diambil dari bahasa Dayak Ngaju, bahasa yang digunakan penduduk setempat, yang menyebut daerah itu sebagai Tumbang Kapuas. Pada daerah ini Belanda mengangkat seorang pejabat dalam pangkat Gezaghebber (Pemangku kuasa) yang bernama Broers merangkap sebagai komandan benteng. Di samping pejabat di atas, Tamanggung Nikodemus Ambu atau Tamanggung Nikodemus Jayanegara ditunjuk selaku kepala distrik. Dan pada bulan Maret 1863 Tamanggung Nikodemus Jayanegara membangun Betang di Hampatung.

TERBENTUKNYA KABUPATEN KAPUAS OTONOM

Berita jatuhnya kekuasaan Jepang disusul dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia diketahui oleh masyarakat Kapuas melalui harian Borneo Shimbun Banjarmasin yang terbit pada tanggal 25 Agustus 1945. Berita tersebut disampaikan oleh utusan daerah Kalimantan yan baru kembali dari Jakarta yakni A. A Hamidhan dan A. A. Rivai bersaudara. Pada saat itu, pihak Jepang masih menguasai keadaan sampai tiba tentara sekutu, tentara Australia.

Pasukan Australia dibawah pimpinan Kolonel Robson datang bertugas melucuti senjata pasukan Jepang. Rombongan pasukan Belanda dari organisasi bersenjata NICA (Netherland Indies Civil Administration) dibawah pimpinan Mayor Van Assenderp ikut membonceng pasukan Australia. Sebelum pasukan Australia meninggalkan Banjarmasin pada tanggal 24 Oktober 1945, pihak NICA telah menyusun Administrasi Pemerintahan untuk wilayah Borneo Selatan dibawah pimpinan Residen Abley. Dimana daerah Kapuas digabungkan kembali dengan daerah Barito dan Sampit termasuk Swapraja Kotawaringin dalam satuan Afdelling Kapuas – Barito, serupa dengan keadaan pada saat sebelum pendudukan Jepang.

Pasca pendudukan Jepang, sampai dengan awal Desember 1945 pihak Belanda belum menjamah daerah Kapuas, meskipun instruksi mereka telah disampaikan kepada para pejabat Indonesia yaitu para mantan Gucho (Kepala Distrik) di Kuala Kapuas dan Kuala Kurun untuk melakukan tugas pemerintahan sebagaimana biasa. Barulah pada tanggal 17 Desember 1945 pihak Belanda (NICA) datang langsung ke Kuala Kapuas dan mendapat perlawanan rakyat dibawah pimpinan Haji Alwi di sekitar kilometer 9,8 Anjir Serapat.

Pada tahun 1946 dengan mantapnya kekuasaan Belanda di Kalimantan, daerah Kapuas dimekarkan membentuk Orderdistrik baru yaitu Orderdistrik Kapuas Hilir beribukota Kuala Kapuas, Orderdistrik Kapuas Barat beribukota Mandomai, Orderdistrik Kapuas Tengah beribukota Pujon, Orderdistrik Kahayan Tengah beribukota Pahandut, Orderdistrik Kahayan Hilir beribukota Pulang Pisau dan Orderdistrik Kahayan Hulu dengan ibukota Tewah.

Sementara itu pada tanggal 27 Desember 1946 di Banjarmasin terbentuk Dewan Daerah Dayak Besar, yaitu suatu Badan Pemerintahan Daerah yang meliputi Apdeling Kapuas-Barito (tidak termasuk Lanschap Kotawaringin) atas dasar Zeltbestuur Regeling (Peraturan Swapraja) tahun 1938 dan sebagai ketua adalah Groneveld (eks Asisten Residen), Wakil Ketua Raden Cyrillus Kesranegara dan Sekretaris Mahir Mahar. Ini adalah dewan pertama yang terbentuk di Kalimantan.

Pada tahun 1948 diadakan pemilihan anggota Dewan Daerah Dayak Besar dalam system bertingkat yaitu setiap 100 (seratus) orang pemilih menunjuk seorang kepala pemilih, yang secara langsung memberikan suaranya terhadap calon yang diajukan. Dan terpilih sebagai ketua Haji Alwi, wakil ketua Helmuth Konom, Sekretaris Roosenshoen, anggota badan pengurus harian Markasi dari Sampit, Barthleman dari Barito, Adenan Maratif dan E.D Tundang dari Kapuas.

Pada bulan Januari 1950 Dewan Daerah Dayak Besar resmi bergabung dalam Wilayah RIS menjadi Daerah Bagian dari Republik Indonesia Serikat. Tetapi pada situasi ini rakyat menghendaki suatu Negara Kesatuan, bukan Negara Federasi hasil kompromi pihak belanda sebagaimana dalam peristiwa berikut:

1. Resolusi dari gabungan Empat Partai (PNI< SKI< Pakat Dayak dan Parkindo) tanggal 5 Februari 1950 Daerah Dayak Besar tergabung dengan Republik Indonesia bukan Daerah Bagian RIS.

2. Tanggal 21 Maret 1950 terjadi demonstrasi menuntut pembubaran Dewan Daerah Dayak Besar dibawah pimpinan Mochran Ali dan Helmuth Konom, keduanya Anggota Senat RIS.

3. Tanggal 1 April 1950 rapat besar di Kuala Kapuas dan mengambil keputusan mengirim 3 orang utusan (A.A. Samat, Abuzarin, dan Sukimin Mustawiradji) ke Yogyakarta dalam rangka penyampaian suara rakyat yang menuntut pembubaran Dewan Daerah Dayak Besar, namun tidak jadi berangkat.

Pada tanggal 14 April 1950 atas dasar tuntutan rakyat dimaksud dengan didasari keyakinan sendiri untuk memenuhi aspirasi rakyat, pihak Dewan Daerah Dayak Besar menentukan sikap peleburan diri secara resmi ke dalam Negara Republik Indonesia. Dan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor C.17/15/3 tanggal 29 Juni 1950 menetapkan tentang daerah-daerah di Kalimantan yang sudah tergabung dalam Republik Indonesia dengan administrasi pemerintahannya terdiri dari 6 daerah kabupaten yaitu Banjarmasin, Husu Sungai, Kota Baru, Barito, Kapuas dan Kotawaringin serta 3 daerah swapraja yaitu Kutai, Berau dan Bulungan.

Pada akhir tahun 1950 Kepala Kantor Persiapan Kabupaten Kapuas Wedana F. Dehen memasuki masa pension dan diserahkan kepada Markasi (Mantan Anggota Dewan Daerah Dayak Besar). Kemudian pada bulan Januari 1951 Markasi digantikan oleh Patih Bernstein Baboe. Pada masa inilah Kabupaten Kapuas diresmikan. Tepatnya pada hari Rabu, 21 Maret 1951 di Kuala Kapuas dilakukan peresmian Kabupaten Kapuas oleh Menteri Dalam Negeri dan sekaligus melantik para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara yang terdiri dari wakil partai politik dan organisasi non politik dari Masyumi, Parkindo, PNI, Muhammadiyah dan lain-lain. Pada saat itu Bupati belum terpilih dan sementara diserahkan kepada Patih Barnstein Baboe selaku kepala eksekutif.

Pada awal Mei 1951 Raden Badrussapati diangkat selaku Bupati Kepala Daerah Kabupaten Kapuas yang pertama, pelantikannya dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 1951 oleh Gubernur Murjani atas nama Menteri Dalam Negeri. Oleh masyarakat Kabupaten Kapuas, setiap tanggal 21 Maret dinyatakan sebagai hari jadi Kabupaten Kapuas yang bertepatan dengan peresmian Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas.

Disalin dari:

Ali, B. (2006). Membangun Kapuas, Banjarmasin: Center for Community Development Studies (COMDES) Kalimantan bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan dan Penanaman Modal (BPPMD) Kabupaten Kapuas

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Dayak Ngaju - Indonesia

Pengantar singkat Bahasa Dayak Ngaju (4)

Laki-laki adalah "qawwam" bagi perempuan