Oleh : Ustadz Suriani Jiddy, Lc
·
Bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang
sudah secara nyata melakukan tindakan pembatal keimanan yang 10.
o
Jawab: Para ulama sepakat bahwa barang siapa
yang melakukan salah satu pembatal keimanan yang 10 (yang sudah dijelaskan)
maka dia kafir atau murtad.
o
Dalil apabila shahih dan sharih maka para ulama
tidak pernah berbeda pendapat (sepakat)
o
Berkenaan dengan masalah ini, dalilnya shahih
dan sharih
o
Masalahnya apakah bila kita melihat dengan mata
kepala sendiri, maka kita bisa mengatakan langsung bahwa engkau adalah kafir.
Kita tidak boleh memvonis seseorang yang secara nyata melakukan hal-hal yang
membatalkan keimanan tersebut
o
Vonis kafir adalah hak/wewenang pemerintah.
Tidak seseorangpun selain pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengatakan
bahwa seseorang itu kafir. Pemerintah ketika mengeluarkan suatu keputusan,
tentu memiliki pertimbangan yang kuat. Umat Islam diwajibkan untuk mengikuti
“ulil amri” (taat kepada penguasa). Ketaatan kepada ulil amri disejajarkan
dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya, selama ulil amri tidak memerintah
kepada kemaksiatan. Disinilah pentingnya kita untuk belajar untuk mengetahui
apa yang diajarkan oleh para salafus-shalih.
o
Harus dibedakan antara orang yang melakukan
perbuatan kafir dan perbuatan kafir itu sendiri.
o
Orang yang membom sana sini karena mereka
mengkafirkan orang lain. Mereka beranggapan karena mereka kafir maka halal
darahnya.
o
Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru,
setiap perkara baru adalah bid’ah dan bid’ah adalah sesat dan sesat di neraka.
Kemudian kita melihat orang yang melakukan bid’ah dikatakan : ente dineraka.
Ini tidak boleh. Perbuatannya bid’ah, orangnya tidak boleh langsung divonis
ahli bid’ah atau ahli neraka. Disinilah pentingnya kita membicarakan masalah
syubhat.
·
Syubuhat (jamak dari syubhah). Secara bahasa
artinya mirip atau samar dari kata shabih (semisal). Adanya kesamaran antara
kebenaran dan kebatilan, sehingga tampak pada kasat mata sebagai sesuatu yang
benar padahal sebenarnya batil. Para ulama menjelaskan semua penyimpangan muaranya
dua:
o
Mengikuti hawa nafsu
o
Mengikuti syubhat
·
Syekh Muhammad Hasan (Bahaya Syubhat), bagaimana
banyaknya maksiat yang dilakukan oleh seseorang tidak sebanding dengan bahaya
syubhat. Kalau maksiat setiap orang tahu. Tidak ada yang mengingkari keharaman khamr.
Kalau syubhat, hanya orang berilmu saja
yang tahu.
·
Orang bodoh tidak boleh bicara tentang masalah
agama. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, lebih baik
berkata baik atau diam.
·
Ijtihad adalah upaya sekuat tenaga untuk
menghasilkan produk hukum.
·
Rasulullah berfatwa: orang yang paling berani
berfatwa adalah orang yang paling berani masuk ke dalam neraka. Ibnu Qayyim:
orang yang berfatwa adalah orang menandatangani atas nama Allah.
·
Kalau kita menukil fatwa.
·
Masalah bid’ah, ada yang mengatakah bahwa bid’ah
itu tidak hanya dlalalah, tapi juga ada yang hasanah.
·
Kita harus memberikan sifat kepada benda. Setiap
benda itu ada sifatnya. Orang yang menganggap bahwa hadits yang mengatakan
bahwa setiap bid’ah itu sesat, maka harus ada tambahan penjelasan bahwa bid’ah
yang dilarang itu adalah bid’ah yang buruk. Jadi haditsnya diperjelas dengan
“kullu bid’ah sayyiatin dhalalah”
·
Hukum shalat dibelakang orang yang fasik –
o
Sofyan Ats-Tsauri – bid’ah itu lebih disukai
oleh iblis dibandingkan dengan maksiat. Orang lebih sulit untuk bertaubat dari
perbuatan bid’ah daripada maksiat. Mereka menganggap bahwa bid’ah tersebut
ibadah.
o
Pendapat yang paling kuat – sah shalat
dibelakang orang fasik (Sayyid Sabiq dalam fiqih sunnah menjelaskan). Kalau
orang fasik itu shalatnya sah untuk dirinya sendiri maka sah juga orang yang
mengikutinya.
·
Memperingati ulang tahun tidak terkait dengan
masalah keyakinan (Salman Al-Audah). Ulama Eropa – itu Cuma masalah muamalah. Peringatan ulang
tahun, apakah istimewanya? Dengan adanya penambahan umur, untuk apa dirayakan,
lebih baik kita melakukan muhasabah. Kaidah dalam agama: untuk urusan muamalah
– selama tidak ada larangan, silahkan dikerjakan. Sama dengan peringatan Hari
Ibu, Peringatan Hari Kemerdekaan. Ibadah yang dimaksud adalah yang khas. Adapun
perkara-perkara keseharian kita, itu bukan ibadah, tapi diniatkan sebagai
ibadah.
·
Bagaimana dengan menyanyi:
o
Menyanyi dengan music – para ulama berbeda
pendapat, ada yang mengatakan boleh ada yang mengatakan tidak. Qardhawi
mengatakan bahwa dalilnya berkisar ada yang shahih tapi tidak sharih, ada yang
sharih tapi tidak shahih. Para ulama mengatakan kalau syairnya baik- maka dia
termasuk kategori yang dibolehkan.
·
Penentuan 1 Syawal dan 1 Ramadhan, 9 Zulhijjah adalah wewenang pemerintah saja.
Karena masuknya Ramadhan dan Syawal para ulama berbeda pendapat. Para ulama
memfatwakan, wajib mengikuti pemerintah. Sehingga perbedaan itu tidak terjadi
lagi. Apabila pemerintah salah maka pemerintah yang menanggung dosanya, bukan
kita.
·
Orang yang berijtihad bila benar dapat dua
pahala, bila salah dapat satu pahala.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!