Pada 31 Juli 2013 Dinas Kesehatan Kab. Kapuas mendapat tamu
istimewa dari Subdit Zoonosis, Dirjen P2PL Kementerian Kesehatan, yaitu Bapak
Soni dan Bapak Eko. Kedatangan mereka yang didampingi oleh Bp Sinsigus dan bu
Rita dari Dinkes Prov Kalteng ini dalam rangka bimtek pengendalian penyakit
Rabies. Selain mengunjungi Dinas Kesehatan, para tamu juga melakukan bimtek ke
Puskesmas Barimba, dan mengunjungi Dinas Peternakan.
Kabupaten Kapuas adalah kabupaten dengan kasus gigitan hewan pembawa rabies
(GHPR) selalu ada tiap tahunnya. Kecamatan yang banyak kasus GHPR adalah Selat
(terutama kota), Kapuas Hilir, Kapuas Tengah, Timpah, dan Kapuas Hulu.
Sementara di kecamatan lain seperti Kapuas Timur, Kapuas Barat, Mantangai,
Basarang, Kapuas Murung, Pulau Petak, juga ada beberapa kasus GHPR.
Rabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Rabies. Penyakit ini ditularkan melalui GHPR terutama anjing, kucing dan kera.
Di Indonesia, penyakit Rabies 98% ditularkan oleh anjing, dan 2% oleh kucing
dan kera.
Virus rabies dapat bertahan di luka gigitan selama 1 minggu,
dan dengan kecepatan 2 mm / jam virus ini akan menjalar melalui saraf menuju
Susunan Saraf Pusat (SSP). Masa inkubasi (masuknya virus sampai timbul gejala Rabies) bervariasi, bisa 2 minggu-1 tahun. Bahkan ada
yang 2 tahun. Jika tidak segera diberikan pertolongan setelah mendapat GHPR,
dan akhirnya muncul gejala Rabies, maka 100% penderitanya akan meninggal.
Karena itu penyakit fatal ini sebenarnya bisa dicegah.
Apabila seseorang mengalami GHPR maka pertolongan pertamanya adalah : segera
cuci luka tersebut dengan air mengalir dan sabun (boleh sabun mandi, sabun
deterjen, sabun colek) selama 15 menit. Jangan disikat,melainkan cukup digosok
dengan tangan kita yang sudah dibungkus dengan sarung tangan atau plastik
kresek, dengan air mengalir dan sabun. Setelah itu baru dibubuhi Betadine atau
alkohol 70%. Dan setelah itu segera ke Puskesmas terdekat atau RS untuk
mendapatkan vaksin anti rabies (VAR). Di Puskesmas atau RS bahkan luka akan
dicuci lagi oleh petugas untuk mengurangi jumlah virus yang ada di sekitar
luka. Pencucian luka ini sangat penting untuk mengurangi jumlah virus yang masuk dan tidak boleh dianggap sepele.
Vaksin anti rabies akan diberikan sesuai dengan jadual dan
protap yang ada. Orang yang mengalami GHPR tidak boleh menyepelekan pemberian
VAR dengan alasan hewan pernah divaksinasi, hewannya baru punya anak sehingga
galak, hewannya jinak dan sudah lama dipelihara, hewannya lucu dan imut tidak
mungkin ada rabies, dan lain-lain alasan.
Selanjutnya hewan yang menggigit apabila memungkinkan
ditangkap untuk diobservasi apakah mengandung Rabies atau tidak. Jika dalam 10
hari observasi hewan mati, kemungkinan besar ia positif Rabies. Untuk observasi
ini agar masyarakat menghubungi Dinas Peternakan. Namun kenyataannya hal ini
sulit dilakukan, karena umumnya masyarakat langsung membunuh hewan tersebut.
Jika ini terjadi, maka hewan yang sudah dibunuh harus dikubur, jangan dibuang
ke sungai. Menyembelih hewan tersebut untuk dimakan pun mengandung risiko
karena darah dan cairan tubuh hewan tersebut bisa mengenai orang yang
menyembelih/ mengolah makanan sehingga risiko bisa tertular.
Pengendalian Rabies sejak tahun 1989 telah disepakati
bersama antara Kementerian Kesehatan, Pertanian (termasuk Peternakan), dan
Dalam Negeri. Karena itu Dinas Peternakan Kab. Kapuas pun berupaya melakukan
vaksinasi anjing / kucing, dan ini memerlukan kesadaran pemilik hewan.
Kenyataan yang ada pemilik hewan banyak yang enggan memvaksinasikan hewannya,
terutama anjing, dengan alasan setelah divaksin anjingnya jadi terlihat
“bodoh”, “malas”, dan “tidak galak lagi” sehingga tidak bisa diandalkan untuk
berburu. Sebenarnya ini hanya persepsi keliru di masyarakat. Anjing yang sudah divaksinasi
dalam beberapa hari memang agak lesu, namun ini sama dengan seorang bayi yang
diimunisasi. Reaksi pertama vaksin agak demam, lesu, dan ini hal yang wajar,
tanda vaksin bekerja. Namun setelah itusehat kembali seperti semula.
Selain divaksinasi rutin, hewan terutama anjing jangan
dibiarkan bebas berkeliaran. Pemilik harus bertanggung jawab juga untuk
mengikat dan memberikan peneng. Sering terjadi anjing dibiarkan bebas, dan jika
sudah menggigit orang lain jarang ada yang mau mengaku dan bertanggung jawab. Selain
itu membiarkan anjing berkeliaran akan beresiko tertular dari anjing lain yang
mengandung rabies. Sesama anjing umumnya berkelahi, apalagi jika sedang musim
kawin seperti saat ini (bulan Juli-Agustus-September), perkelahian sering
terjadi, dan ini memungkinkan terjadinya penularan Rabies di antara para
anjing.
Atas dasar itu semua, kiranya perlu adanya suatu mekanisme
pengendalian penyakit Rabies yang
melibatkan unsur terkait dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Jangan
sampai terjadi KLB Rabies seperti di Bali beberapa waktu yang lalu. Tentunya
kita tidak ingin jika anggota keluarga yang kita cintai meninggal karena
Rabies, bukan ?
Mohon Ijin download Videonya terimakasih.
BalasHapus