"Aku Ingin Umrah! Kini Lebih Dekat Bersama Embun Nabawi Wisata Kapuas"

![]() |
Gambar ilustratif seorang pemimpin (pria) yang sedang menyapa hangat anggota timnya satu per satu di sebuah ruangan rapat. Terlihat ekspresi ramah, penuh perhatian, dan suasana saling menghargai. |
Beberapa waktu lalu, saya menerima sebuah email dari Dr. BJ Fogg, seorang pakar perilaku yang dikenal luas dan mengajar di Stanford University. Dalam email tersebut, ia berbagi praktik sederhana namun sangat berdampak: mengenal setiap peserta sebelum proses belajar dimulai.
Ia memulai dengan kisah tahun 1981, saat ia masih mengawali karier mengajarnya. Ketika itu, sesi perkenalan masih bersifat umum dan standar — nama dan sedikit fakta unik. Namun seiring waktu, ia merasa pendekatan tersebut kurang bermakna. Ia pun mengubah pendekatannya secara drastis. Kini, bahkan sebelum kelas dimulai, ia telah mempelajari latar belakang para peserta melalui formulir, profil LinkedIn, atau situs pribadi mereka. Tak berhenti di situ, ia juga mengatur sesi Zoom 15 menit atau pertemuan kelompok sehari sebelum kelas. Semua ini ia lakukan agar saat kelas dimulai, peserta sudah merasa akrab, nyaman, dan siap belajar.
Ketika saya membaca kisah ini, perasaan malu menyelimuti diri saya. Mengapa? Karena saya sudah mengetahui kekuatan dari pendekatan semacam itu sejak lama — bukan dari Stanford, melainkan dari kisah dakwah Imam Hasan Al-Banna. Saya ingat bagaimana beliau, ketika mengisi pengajian di suatu daerah, mampu menyebut nama orang-orang yang hadir saat bersalaman. Hal itu membuat para pendengarnya merasa dicintai dan dihargai.
Saya juga teringat sebuah kisah tentang seorang pemilik pabrik dari Jepang yang akan berkunjung ke Indonesia. Sebelum datang, ia mempelajari profil semua karyawannya. Saat tiba di pabrik, ia menyapa mereka satu per satu, menyebut nama dan menanyakan kabar keluarga mereka. Saya membayangkan betapa besar dampak dari perhatian personal seperti itu terhadap semangat kerja para karyawan.
Secara pribadi, saya telah mencoba — meski belum maksimal — menerapkan hal yang serupa. Saya berusaha mengenal seluruh petugas di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas, termasuk para pimpinan Puskesmas, dan bahkan petugas di desa-desa dan kelurahan. Saya mengumpulkan nama-nama mereka, mencoba mengingat wajah mereka, dan sesekali melakukan wawancara via Zoom untuk mengenal mereka lebih jauh.
Saya sadar, mengenal seseorang bukan sekadar tahu nama. Ini adalah upaya menunjukkan kepedulian, menciptakan rasa aman, dan membangun kepercayaan. Mungkin saya belum sehebat BJ Fogg atau Hasan Al-Banna, tapi saya percaya setiap langkah kecil untuk mengenal dan menghargai orang lain akan membawa perubahan besar, baik dalam organisasi, maupun dalam kehidupan pribadi.
Semoga ini menjadi pengingat dan motivasi bagi saya — dan mungkin juga bagi Anda — untuk lebih sungguh-sungguh dalam mengenali sebelum membimbing. Karena di situlah letak kekuatan sebuah kepemimpinan: ketika orang merasa dilihat, didengar, dan dihargai.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar terhadap tulisan kami!